Daripada aku terkena serangan jantung atau stroke lama – lama bersebelahan dengan Raja, lebih baik ku percepat langkah ku masuk menuju rumah. “Ndis, aku mau les sama kamu aja gimana..?” otomatis lagkah ku terhenti. Baru saja ia memanggil nama ku dengan sebutan Ndis, “Raja, kita sudah sama – sama dewasa, kamu gak butuh guru les sekarang ini. Kamu hanya butuh memahami satu hal saja. Jangan karena kesalahan satu orang lantas kamu menghakimi orang dari gender yang sama. Sebenarnya kamu ada masalah apa sih sama perempuan..?’ aku memberanikan diri bertanya demikian pada Raja, aku mau melihat bagaimana reaksi nya setelah aku mengatakan hal demikian.
Ia meletakkan belanjaan yang di titipkan ibu nya di teras. “Ajari aku kalau gitu, ajari aku kalau ternyata di dunia ini ada perempuan yang tidak sama dengan perempuan itu selain ibu ku.” ia meninggalkan ku dan belanjaan ibu nya di teras dan berlalu pergi entah kemana dengan mobilnya. Aku hanya terdiam membisu mendengar jawaban nya, aku tidak mengira jawaban itu akan keluar dari mulut seorang Raja yang kelihatan nya sangat tidak ingin kelihatan lemah di mata siapapun. Tapi kali ini ia meminta ku untuk mengajari nya bahwa ada perempuan yang tidak sama dengan perempuan yang dulu mungkin sudah membuat luka menganga di hati nya sampai hari ini.
Aku masih diam membeku di teras rumahnya. Entah apa yang ada di pikiran ku saat ini, disaat yang sama jantung ku berdegup kencang saat Raja meminta ku untuk mengajari nya melihat perempuan dari sisi lain dari yang sudah di lihat nya, dari yang sudah mengecewakannya. Sampai – sampai aku tidak mendengar Mai yang memanggil ku dari tadi, ia menepuk pundak ku yang membuat aku baru menyadari kedatangan nya. “Kamu aman – aman aja kan selama pergi sama Raja Ndis..?” ia melihat ke arah ku yang masih terdiam. “Tadi dari dalam aku lihat kau seperti beradu argumen dengan Raja, kau baik – baik saja kan..?” Mai memastikan bahwa aku baik – baik saja. “Aku gak apa – apa Mai, kenapa ya dia sebegitu benci nya sama perempuan..? aku antara bertanya pada Mai dan berbicara pada diri ku sendiri. “Ndis, aku harap kau tidak masuk lebih jauh dalam masalah nya si Raja, nanti kau kecewa.”
Aku melihat Mai yang sepertinya tahu banyak tapi lebih memilih diam dan menutupinya dari ku. “Apa yang kau tahu Mai..?, yang tidak aku tahu.” Aku bertanya dalam hati, tak lama bu Sormin datang dan membawa barang – barang pesanan nya masuk. Aku masih penasaran akan sikap Mai tadi, aku yakin ia tahu banyak tetapi ia tidak mau menceritakan nya padaku. Aku tidak mau hanyut dalam situasi ini, tujuan ku datang kesini untuk mengadikan ilmu yang sudah aku pelajari. Aku harus fokus dengan tujuan itu. Tiba – tiba ponsel ku berbunyi dari ibu. “Assalammualaikum bu..?” aku melambaikan tangan ke arah ibu. Yang disambut lambaian tangan ponakan – ponakan ku yang gelendotan di pangkuan ibu dan bahu nya yang tidak sekuat dulu.
Ibu menanyakan kabar ku selama disini, apakah aku betah selama berada disini dan bagaimana dengan pekerjaan ku apakah ada kendala berarti, aku menceritakan kasus pertama yang aku selesaikan disini mengenai masalah Fitri. Ibu bilang ibu bangga padaku, dari kami bertiga hanya aku yang meneruskan cita – cita dan pengalaman bapak juga ibu jadi seperti beliau berdua, jadi guru meski dengan bidang dan kemampuan yang berbeda. Ibu memberitahu ku bahwa teman dekat ku di kampung yang bernama Soleha sudah menikah dengan orang dari kota. Aku sebenarnya sudah tahu dari postingan nya di sosial media.
Aku turut bahagia mendengar berita baik yang ibu sampaikan selama aku disini dengan yang sudah terjadi kampungku. Ibu menutup telepon nya karena ponakan – ponakan ku yang di jaga ibu sudah mulai membuatnya kelimpungan. Mereka sudah ingin di perhatikan oleh si mbah nya yang masih sibuk berbicara dengan ku di telepon, melihat perubahan ku yang kata ibu sedikit kurusan. Ibu berpersan sebelum menutup telepon nya untuk jangan sampai sakit dan jaga kesehatan juga makan jangan sampai telat. Ya, selama disini aku masih menyesuaikan makanan dengan yang biasa aku makan di kampung.