Aku mencoba untuk tidak terpancing dengan kata – kata yang akan ia coba rangkai saat ini. tetapi sudah lima menit lebih kami disini tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut nya. Ia sibuk dengan mie instan rasa kari ayam yang ku buatkan tadi, sampai mie instan itu habis dari mangkuk nya tetap tidak ada sepatah katapun yang ia ucapkan. Aku heran dengan sikap nya kali ini. Mie instan yang ku makan dengan rasa canggung itu pun sudah habis ku lahap. Aku mengambil mangkuk kosong tempat mie instan yang ada tepat di hadapan ku. Perasaan ku tidak enak, canggung rasanya ada di situasi bisu ini.
“Makasih mie instan nya enak.” Ia berlalu pergi setelah berterimakasih. Akhirnya aku bisa bernafas lega. Ku cuci mangkuk bekas mie instan tadi sambil berpikir ada apa dengan sikap nya barusan. Tidak manis tapi juga tidak menyebalkan, cukup datar dan normal seperti pada umumnya. Bukan kah ia jarang bersikap umum mendekati normal dari sejak aku mengenal nya saat kali pertama bertemu. Meskipun aku penasaran dengan sikap nya barusan, aku lebih baik tidak mengambil langkah lebih dalam dan justru nanti aku yang jatuh seperti kata – kata Mai tadi di kamar tadi.
Hari ini tidak banyak yang aku lakukan, begitupun esok hari di sekolah, aku hanya perlu menggantikan satu jam pelajaran biologi salah satu guru di sekolah ku yang besok izin untuk cek kandungan nya ke dokter. Sembari mempersiapkan materi biologi yang akan aku sampaikan di kelas besok. Aku menyusul Mai ke kamar yang masih belum menamatkan drakor nya. Matanya masih tertuju pada laptop yang selalu ia bawa ke manapun itu. Di kamar kami sibuk dengan urusan masing – masing. Ia dengan drakor nya dan aku sibuk dengan materi biologi yang aku persiapkan untuk besok. Dari luar kami mendengar suara sedikit gaduh, makin lama makin jelas dan sumber suara itu berasal dari teras rumah. Tapi siapa yang ribut – ribut sambil memaki di rumah ini, suara nya juga tidak familiar. Sangking kuat nya suara itu headphone di telinga ini tidak bisa meredam nya.
Aku dan Mai saling menatap satu sama lain, kami berlari menuju teras, sebelum keluar Mai mengingatkan ku untuk memakai jilbab ku terlebih dahulu. Meskipun kami beda keyakinan satu hal yang sangat aku banggakan ada di sini sekamar dengan Mai, ia tidak pernah menyinggung kepercayaan ku atau menanyakan apa yang aku kerjakan dan baca, malah ia justru mengingatkan jika sesuatu yang harus memang ku kerjakan sedikit aku lalaikan. Seperti memakai jilbab jika keluar kamar seperti sekarang ini karena tidak hanya kami perempuan yang ada di rumah ini ada Raja juga yang sesekali mengunjungi ibu nya. Ini adalah salah satu dari banyak kebaikan yang Allah berikan padaku selama di Sipirok tempat ku mengabdikan diri sebagai guru BK, mendapat teman yang beda keyakinan tetapi tidak membuat kami menjadi musuh Justru menjadi sahabat. “Jangan lupa jilbab mu Ndis.” Ia mengingatkan ku.
Kami setengah berlari menuju teras rumah. Dan benar saja ada sepasang lelaki dan perempuan yang ribut disana, aku tidak mengerti kata – kata yang mereka ucapkan. Dari intonasi nya sepertinya mereka saling memaki dan mencaci satu sama lain. Bu Sormin berusaha melindungi yang perempuan sedangkan Raja berusaha menangkis pukulan yang di arahkan kepada perempuan yang berusaha di lindungi oleh bu Sormin itu.