Aku mengucapkan salam kepada mereka dan memperkenalkan diri sebagai guru yang hari ini akan menggantikan guru Biologi mereka. Dari satu kelas yang berjumlah tiga puluhan siswa dan siswi, tidak sampai sebagian yang menjawab salam ku. Bagaimana sikap anak – anak ini batinku sesaat, sampai ketua kelas mereka memberi salam dan hormat yang di ikuti oleh teman – teman nya. “Ok, baik karena saya hanya menggantikan guru kalian hari ini saja, beliau berhalangan hadir kalian akan melanjutkan pelajaran biologi ini atau ada masukan lain yang bisa kita kerjakan bersama.” Aku sengaja memancing reaksi anak – anak ini apa yang akan mereka pilih belajar Biologi atau justru mengerjakan hal lain yang mereka suka.
Salah satu anak menjawab ia ingin melakukan hal lain bukan belajar biologi, yang langsung saja di amini oleh hampir setengah dari kelas itu. “Okay baik, ibu akan mulai dari apa yang kalian cita –cita kan setelah lulus nanti, kita mulai dari yang depan sebutkan nama, cita – cita dan alasan mengapa.” Aku penasaran dari sekitar tiga puluhan siswa ini apakah ada yang bercita –cita seperti aku dulu ingin jadi dokter tetapi dari universitas yang memang aku impikan. Alasan nya Cuma agar terlihat keren saja, sungguh alasan yang masih aku renungkan sampai hari ini meski sudah bertahun berlalu.
“Nama saya Sari bu, hemmm cita – cita...???” cukup lama anak ini terdiam setelah mengucapkan cita – cita, lidah nya kelu seperti tertahan untuk melanjutkan kalimat berikutnya. “Lanjutkan..” aku mempersilahkan nya melanjutkan kalimat berikutnya. Ia masih diam dengan pandangan yang entah sedang menerawang kemana, bulir – bulir air mata mulai jatuh basah di pipi nya. “Hem, apa yang membuat mu sampai menangis Sari..? apa kata – kata ibu barusan ada yang membuat mu sedih..?” aku bertanya penasaran apa alasan nya sampai berurai air mata untuk melanjutkan kalimat nya barusan.
“Sa... ya... saya.” Air mata nya tidak berhenti mentes bahkan sampai membasahi jilbab putih yang ia kenakan. Aku datang menghampiri nya dan memeluknya. “Kau boleh duduk, nanti kalau sudah bisa kau lanjutkan lagi ceritamu, ibu akan kasih waktu untuk kau bercerita.” Aku mempersilahkan nya untuk duduk dan menenangkan diri. “Baik sebelum ada yang menceritakan tentang cita – cita nya, ibu akan lebih dulu bercerita tentang cita – cita ibu sebelum memutuskan untuk jadi guru BK.” Aku ingin mereka punya pandangan yang lebih luas mengenai kehidupan setelah selesai sekolah entah itu meneruskan kuliah, bekerja atau bahkan menikah. Karena aku dulu juga ada pada posisi anak – anak ini bingung untuk meneruskan akan kemana, yang ada di benak ku saat itu hanya ingin terlihat keren saja.
Aku bercerita pada mereka yang mendengarkan kisah ku dengan seksama, bagaimana aku akhirnya terjebak dalam jurusan yang tidak aku sukai sama sekali dan aku justru jatuh cinta pada jurusan itu sampai akhirnya aku memutuskan untuk menjadi guru seperti bapak dan ibu ku di kampung. “Bu, jadi selama ibu sekolah dan kuliah tidak pernah punya pacar..? ibu kan cantik masak tidak ada yang mau..?” mendengar pertanyaan itu mungkin untuk sebagian orang menjadi sesuatu yang mengusik ketenangan nya, apalagi yang bertanya hal – hal pribadi seperti itu adalah murid mu sendiri. Disaaat kau lagi sendiri pulak alias belum menikah atau mempunyai pasangan. Mungkin kau akan menghukum nya karena bertanya hal tabu begitu pada mu yang dipanggil guru.
Tapi tidak dengan ku, pertanyaan ini lahir karena rasa penasaran mereka akan kehidupan setelah dewasa versi orang lain yang mereka panggil dengan sebutan guru. Aku malah dengan senang hati menjawab nya agar mereka juga memahami bahwa guru juga manusia, bahwa guru juga punya cinta, bahwa guru juga pernah salah dan guru juga dulu nya anak SMA seperti mereka. “Hem, ibu tidak pernah pacaran dari mulai SMA sampai selesai kuliah bahkan sampai hari ini, dan kalau kalian bertanya kenapa..? karena menurut ibu untuk bisa mengenal pasangan kita, tidak hanya dengan mengubah status dari jomblo ke pacaran tapi kita bisa saling mengenal satu sama lain dengan berteman dan saling mengingatkan satu sama lain, saling menyemangati satu sama lain dan yang terpenting saling jaga satu sama lain. Nah kalau kalian tanya ibu lagi dari segi agama bagaimana bu apakah pacaran di perbolehkan..? kalian boleh tanya ke guru agama kalian masing – masing. Ok siiip kita mulai dengar dulu cita – cita dari yang ibu panggil lewat absen saja ya.”
Aku mendengarkan dengan cermat dan teliti cita – cita mereka, ada yang bercita –cita sangat sederhana sekali tetapi aku bangga mendengar nya. Nama nya Rahman ia bercita – cita ingin menjadi petani seperti ayah nya, ia ingin membantu ayah nya di kebun agar ayah nya tidak perlu lagi bersusah payah berkebun di usia senja nya. Menurut ku langka di saat ini masih ada anak – anak yang bercita – cita untuk menjadi petani di desa seperti ayah nya. karena gempuran tekhnologi yang begitu massive tidak sedikit anak – anak diluar sana yang jika ditanya ingin jadi apa saat dewasa nanti, ia akan memilih menjadi kaya seperti youtuber kenamaan favorit nya.
Tidak ada yang salah dengan cita – cita mereka, hanya saja bagiku cita – cita tidak hanya sekedar mimpi yang harus kau wujudkan jadi nyata. Disana juga ada pertanggung jawaban dunia dan akhirat yang harus kau emban lama, mulai dari kau terjun ke dunia nya sampai kau di panggil kembali keharibaanNya. Pertanggung jawaban yang mengikat dengan mimpi yang kau wujudkan jadi nyata itu.