Mauliate Gendis

Fitri Handayani Siregar
Chapter #11

#11 Bu Sormin Berkisah Padaku Soal Raja

“Iya bu, ada yang penting..?” tanya ku penasaran, ia sambil tersenyum mengatakan kalau bu Sormin sejak tadi sudah menungguku di ruangannya, jantung ku langsung berdetak kencang, apa ini karena tadi pagi ya..? karena Raja mengantarkan ku ke sekolahan dan gossip segera menyebar ke seluruh penjuru sekolah dan akhirnya sampai pada bu Sormin. Mungkin ini ulah Kak Nur salah satu guru yang memergoki ku tadi pagi. Hufttt, ku ambil nafas panjang dan segera menuju ruangan kepala sekolah. “Makasih bu, saya segera kesana.” Aku sengaja tidak bertanya perihal apa yang akan bu Sormin sampaikan padaku di ruangannya kepada guru yang menghentikan langkah ku barusan. Karena dari senyumnya saja sudah terlihat gambaran peristiwa tadi pagi yang bisa saja di sampaikan dengan majas hiperbola dan ironi yang di kombinasikan sebaik dan se epic yang kak Nur bisa.

Langkah ku makin melambat saat berada tidak jauh dari ruangan nya bu Sormin, ku lihat Romaito yang mengepalkan tangan nya ke arah ku dari meja piket dan berbisik dengan bahasa bibir yang dapat ku baca meski tidak mendengar suaranya sekalipun, semangat katanya dan tersenyum sumringah seolah – olah sedang mengejek ku yang berada dalam situasi ini. Tak banyak yang bisa aku lakukan selain masuk ke ruangan itu dan mendengarkan apa yang sebenarnya akan disampaikan oleh bu Sormin. Ku ketuk pintu ruangannya sebanyak tiga kali dan berharap kalau ia tiba – tiba tidak ada di ruangan nya karena harus menghadiri rapat mendadak di dinas pendidikan. Tapi harapan ku pupus sudah karena terdengar suara khas bu Sormin dari dalam ruangan itu. “Ya silahkan masuk.” Ia mempersilahkan aku masuk ke ruangan nya, disambut senyum hangat nya seperti biasa dan mempersilahkan aku duduk di kursi persis di depan meja kerja nya.

Ndis, bagaimana mengajar di sini..? apa ada kendala dua bulan ini..? menghadapi kasus tidak biasa seperti yang di hadapi Fitri..?” syukurlah pertanyaan nya bukan mengenai apa yang terjadi tadi pagi, dengan penuh semangat aku menjawab. “Hemp.. selama hampir dua bulan ini saya senang bu di tempatkan di sekolah ini, banyak hal yang saya pelajari baik dari lingkungan sekitar begitupun dari anak – anak dan guru – guru disini bu, sepanjang yang saya rasakan hampir tidak ada masalah bu. Soal Fitri saya justru belajar banyak dari kasus itu.”

Kasus Fitri mengajarkan ku banyak hal yang sebelumnya menurut ku kisah yang demikian hanya ada di sinetron Favorite mbak ku saja, tetapi ini terjadi tepat di depan mata ku. “Ya, begitulah kehidupan Ndis, kadang kita belajar dari apa yang kita lihat, kita temui, belajar dari kesalahan – kesalahan orang lain. Tidak cukup rasanya umur ini kalau semua kesalahan itu kita yang lakukan kemudian memperbaiki nya di waktu yang lain.” Benar sekali apa yang di sampaikan oleh bu Sormin, dengan waktu kita yang terbatas sudah seharusnya memanfaatkan waktu dan kesempatan yang diberikan dengan sebaik – baik nya.

“Hem, iya bu.” Aku mengamini apa yang baru saja disampaikan oleh bu Sormin. “Tadi pagi kamu diantar Raja ke sekolahan ya..?” Bu sormin tiba – tiba mengagetkan ku dengan pertanyaan yang aku fikir tidak akan pernah di tanyakan oleh bu Sormin hari ini, karena dari awal percakapan kami tidak ada yang mengarah pada kejadian pagi tadi.

Jantung ku kembali berdegup kencang, aku jadi ragu ini karena ke khawatiran ku semata atau jangan – jangan aku memang punya penyakit kelainan jantung bawaan. Pertanyaan bu Sormin ini sebenarnya hanya pertanyaan biasa yang bisa ku jawab dengan sederhana, lalu apa yang membuat degupan jantung ini jadi tidak biasa. “Oh iya bu, tadi pagi kebetulan saya barengan keluar dari rumah dengan Raja, dan saya sudah bersikeras untuk jalan kaki saja, tapi Raja memaksa yang membuat saya tidak enak untuk menolak kebaikan nya tadi pagi mengantarkan saya ke sekolahan bu.” Aku menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tadi pagi pada bu Sormin dan berharap ia bisa menerima jawaban ku ini dengan baik tanpa harus mendengarkan gossip dengan majas hiperbola yang sudah berhembus seisi sekolah.

Bu Sormin tersenyum ke arah ku, ia yang tadi nya duduk di kursi nya berpindah dari kursi itu dan menatap jendela yang menuju langsung ke lapangan upacara sekolah. “Dua tahun sudah berlalu setelah kejadian itu, baru hari ini dia mulai tersenyum, tadi pagi saat akan berangkat bertugas Ndis.” Bu Sormin kembali menatap ke arah ku dan duduk di kursi nya lagi. Aku bingung harus menjawab apa, atau haruskah aku bertanya kejadian apa yang terjadi dua tahun yang lalu pada Raja yang membuat nya menjadi pribadi seperti saat ini. Rasa – rasa nya itu bukan urusan ku sebaik nya aku diam saja dan mendengarkan dengan seksama apa yang akan di sampaikan oleh bu Sormin selanjutnya.

“Dia tersenyum dan berangkat dengan gembira, ibu lihat kalian tadi pagi di teras bercengkrama, rasanya sudah lama sekali tidak melihat Raja seramah itu dengan perempuan, bahkan dengan sepupu perempuan nya sekalipun.” Aku yang mendengar penjelasan bu Sormin ini semakin penasaran kisah apa yang bu Sormin maksud kan, bagaimana kisah itu bisa mempengaruhi hidup seorang prajurit yang biasa menantang bahaya tetapi bertekuk lutut menyerah dengan kisah itu. Kisah itu pasti lah begitu penting dalam kehidupannya sampai – sampai mempengaruhi sudut pandang nya sebagai lelaki dalam melihat perempuan.

Ku biarkan bu Sormin melanjutkan ceritanya tanpa berusaha sedikitpun untuk mengintervensi dengan memberikan pertanyaan ataupun menanggapi apa yang baru saja disampaikannya. Agar kisah ini tidak terpenggal – penggal di tengah jalan, aku juga ingin mendengar detail nya dari bu Sormin, agar aku dapat memahami bagaimana harus bersikap pada Raja. “Dua tahun yang lalu., Raja datang ke ibu memperkenalkan perempuan teman dekat nya yang akan dia pinang. Mereka teman semasa SMA dulu di Sidimpuan.” Kemudian bu Sormin berhenti melanjutkan ceritanya, pikiran nya seperti tertahan tidak mau lagi masuk pada memori itu, memori yang sudah membuat anak semata wayang nya kehilangan kepercayaan pada perempuan. Memori yang juga ingin di kubur dalam – dalam oleh bu Sormin, air mata nya jatuh menetes tepat di pipi nya, ku lihat air mata kecewa dan sedih itu bercampur jadi satu, ibu yang tegar ini akhirnya tak kuasa menahan haru saat akan melanjutkan kisah yang juga sangat ingin aku dengar itu.

Aku memberikan tissue yang ada di depan meja nya, ia melihat ku dan menghapus air mata nya. “Maafkan ibu yang terbawa suasana.” Senyuman getir itu membuat ku juga merasakan sedih yang sama. Ibu yang terluka saat melihat anak nya terluka. Dari apa yang diceritakan bu Sormin, akhirnya aku paham bagaimana Raja memilih menutup hatinya dan berfikiran bahwa perempuan adalah biang kerok dari masalah, pembawa masalah, menyulut masalah pokok nya semua hal yang berkaitan dengan perempuan adalah masalah di mata Raja. Dua tahun yang lalu Raja mendatangi ibu nya untuk memperkenalkan perempuan yang membuatnya yakin bahwa pernikahan adalah pelabuhan terakhir dari kisah cinta SMA mereka, karena dua tahun lalu mereka sudah sama – sama dewasa dan sudah siap untuk hubungan yang memang serius ke depan nya.

Lihat selengkapnya