Setelah hari pemakaman waktu itu, aku tidak lagi melihat Aisyah di sekolahan, itu artinya sudah lebih seminggu ia tidak muncul ke sekolah, apakah ini wajar untuk masa berkabung setelah di tinggal oleh ayahnya..? Entahlah. Tetapi aku merasa ada sesuatu yang harus aku tahu tentang kode yang diberikan Aisyah waktu itu. “Mai, kau sibuk hari ini..?” tanyaku pada Mai yang masih belum beranjak dari meja piket dan matanya fokus terbelalak melihat layar ponsel nya. “Mai... kau sibuk hari ini..?” tanya ku lagi memastikan jika Mai bisa mendengar suara ku dengan jelas. “Ishhh Ndis.. kau yang batak apa aku sih..? suara mu kayak tujuh oktaf gitu. Iya kenapa rupanya..?” aku tersenyum ke arah nya yang kesal karena sikapku barusan.
“Temani aku.” Jawab ku singkat dan menarik tangan nya untuk bergegas ikut bersama ku ke rumah Aisyah. Di jalan Mai kembali protes karena aku belum memberitahunya kemana tujuan kami sebenarnya. “Ishhh, kita mau kemana Ndis...? drakor ku tanggung ini..” aku menatap nya tajam dan berhenti melangkah. “Ini lebih penting dari drakor mu itu Mai.” Tiba – tiba ponsel ku berdering dengan sigap ku pastikan di layar ponsel itu memang tertulis Raja. Ya.. Sudah lebih seminggu ia tidak memberi ku kabar bagaimana keadaan nya setelah sampai di Papua. Jika ku akhiri panggilan nya kali ini aku masih belum tahu pasti kapan lagi Raja akan menghubungi ku. Dan jika ku angkat telepon nya saat ini itu artinya Mai adalah orang yang pertama tahu tentang hubungan dan kedekatan kami.
Ku lihat ke sudut mata nya Mai yang menaruh curiga padaku, “Handphone mu bunyi itu Ndis..? kok gak kau angkat..? jangan.... jangan...” ku lihat ekspresi di wajah nya persis seperti ekspresi kak Nur pada saat melihat aku dan Raja di gerbang sekolah waktu itu. “Ok, ini penting dan harus aku jawab segera Mai, nanti aku jelaskan.” Aku agak menjauh dari Mai agar ia tidak bisa mendengar percakapan kami. “Assalammualaikum..” jawab ku yang entah kenapa berdebar dibuatnya padahal aku belum mendengar suara Raja sama sekali. “Waalaikumsalam, apa kabar Ndis..?” tanya nya dengan suara yang terdengar sedikit parau. “Sehat Ja, suara mu kenapa..?” aku melihat tatapan mata Mai yang terbelalak saat aku menyebut Ja barusan. Perhatian ku jadi terpecah antara fokus dengan Raja sembari melihat ekspresi teman sekamar ku yang rasanya ingin ku telan hidup – hidup itu.
“Aku agak batuk tiga hari ini Ndis, mungkin faktor perubahan cuaca. Gimana di sekolah gossip nya sudah kau tangani dengan benar..?”Ia tertawa di ujung telepon setelah menanyakan itu. “Perhatian nya kak Nur hari itu terpecah karena ada salah satu wali murid yang meninggal pagi itu, jadi mungkin ia tidak melihat mu Ja.” Aku lagi – lagi tidak bisa fokus dengan pembicaraan kami karena lagi – lagi Mai menatap ku seperti paparazzi yang dapat gossip dari artis papan atas. “Kau gak rindu Ndis..?” Raja tiba – tiba menanyakan sesuatu yang ingin aku dengar tetapi tidak di situasi saat ini. Meski aku agak hilang fokus tetapi debaran jantung ku tetap dalam ritme nya sejak awal. “Hempppp...” Rasanya aku ingin menjawab iya aku juga rindu Ja, tetapi apalah daya Mai masih menatap ku sejak tadi tak bergeming sedikitpun. Aku tahu apa yang ada dalam pikiran nya saat ini.
“Ndis... kau masih di situ..? atau signal ku putus – putus..? aku sengaja nyari signal sampai naik ke pohon ini... ” Raja berusaha membuat aku merespon pertanyaan nya tadi. Ya Allah sampai segitunya ia berniat untuk mengabariku bahkan sampai harus naik ke atas pohon demi signal. “Halo... halo Ndis.. Ndis...?” Hufttttt... baiklah aku tidak perduli dengan apa yang di pikirkan oleh Mai setelah mendengar ini, toh Mai dan aku mungkin masih bisa saling menyimpan rahasia. “Iya, aku juga rindu Ja. Rasanya ada yang beda setelah kau pergi bertugas ke Papua.” Mai menutup mulutnya terkejut tanda tidak percaya atas apa yang baru saja di dengarnya. Ia menunjuk ke arah ku tetapi masih belum dapat mengontrol rasa keterkejutan nya tadi. Kepala nya di geleng – geleng kan ke kiri dan kanan seolah – olah tidak percaya atas apa yang baru saja di dengarnya.
“Aku juga Ndis, rasanya menghabiskan dua bulan disini itu... Entahlah.” Aku yang mendengarnya mengatakan hal itu menjadi salah tingkah sendiri. Mungkin ini yang dirasakan oleh pendahulu ku dulu saat jatuh cinta untuk kali pertama. “coba minum madu dengan jeruk nipis biar batuk mu reda Ja.” Aku mencoba memperlihatkan sedikit perhatian ku pada Raja. “Jadi kau khawatir ya kalau aku sakit..?” tanya nya menggoda ku. Aku yang tersipu malu – malu di tatap oleh tatapan menjijikan dari Mai yang duduk tepat di sebelah ku. “Bukan gitu juga, kau kan disana bertugas atas nama negara, Ya harus jaga diri dan kesehatan lah. Gimana mau berjuang kalau pejuang nya aja sakit kan..?” mendengar kata – kata ku barusan. Mai semakin menjadi – jadi tatapan nya sungguh tatapan yang tidak enak untuk di lihat.
“Aku tutup dulu ya Ndis, aku di panggil turun.” Mendengar hal itu aku yang sudah seminggu tak mendengar kabarnya juga suaranya tiba – tiba merasakan sesuatu yang hilang disini, rasa rindu itu kembali berapi –api. “Hati – hati Ja, jaga kesehatan.” Raja menutup teleponnya. Huftttt muncul tugas baru yaitu aku harus menjelaskan pada Mai apa yang ia dengar barusan adalah sebuah kebenaran yang berusaha aku tutupi dari semua orang termasuk dirinya. “Betul kan dugaan ku..? gak ku sangka Ndis,, kau gak cerita sama ku..? gak percaya kau, aku bisa jaga rahasia..?” Hehhhh, sepertinya perjalanan menuju rumah Aisyah adalah perjalanan kaki terpanjang yang akan aku lalui hari ini. Sepanjang jalan aku berusaha menjelaskan pada Mai alasan kenapa kami masih merahasiakan ini dari semua orang dan kapan kami mulai berkomitmen untuk menjalin hubungan. Mai yang mendengar penjelasan ku pun akhirnya mengerti dan aku berharap Mai dapat menjaga ini tetap rahasia sampai tiba waktunya dunia boleh tahu soal hubungan ini.
“Kau yakin sama hubungan mu ini Ndis..?” tiba – tiba saja Mai menanyakan hal itu, aku melihat ke arahnya sembari memperlihatkan wajah bertanya – tanya ada apa gerangan Mai menanyakan keyakinan ku akan hubungan yang baru saja berjalan seminggu ini. “Ya,, bukan karena apa – apa. Aku nanya gitu karena kau tahu sendiri kan masa lalu nya Raja. Aku Cuma gak mau kau jadi bahan percobaan nya Ndis, rasa – rasa nya aneh orang sedingin Raja bisa berubah drastis secepat itu..?” aku mengerti kekhawatiran Mai, itu menandakan kasih sayang nya padaku meski kami baru bertemu dan berteman rasanya aku sudah sangat dekat dengan Mai. Meski kami berdua berbeda baik dalam hal keyakinan tetapi untuk saling mengasihi. Semua perbedaan itu tidak pernah menjadi penghalang bagi kami untuk saling menghormati dan saling mengasihi satu sama lain.