Batin ku sedikit tidak terima karena project ini aku buat bersama anak – anak tidak mengharapkan imbalan apapun dari siapapun dan instansi manapun. Aku tahu kedatangan anggota DPR itu ke sekolah kami tidak la h silaturahmi almamater biasa, pasti ada sesuatu yang membuatnya datang jauh – jauh kesini, apalagi kalau bukan perolehan suara dari kaum muda, pemilih – pemilih pemula ini. “Bu... maaf sebelumnya kedatangan anggota dewan itu selain untuk membantu terlaksana nya program yang baru berjalan ini, apakah ada misi lain nya bu..?” aku harus memastikan tidak ada embel – embel sosialisasi pemilihan suara nantinya.
“Bapak itu bersedia memberikan bantuan seperti perngakat keperluan yang di butuhkan bahkan komputer, hanya saja semua bantuan itu akan di rekam dan di beri stiker dengan nomor urut beliau, Ndis...” penjelasan bu Sormin barusan membuat ku tentu saja kecewa, karena bantuan dengan pamrih ini sungguh bukan yang aku harapkan. “Boleh kita tidak terima bantuan dari beliau bu..?” bu Sormin yang mendengar pertanyaan ku barusan sontak matanya terbelalak melihat ke arah ku. “Kamu serius akan menolak ini...?” tanya nya dengan mata masih tidak percaya melihat ke arah ku.
“Saya amat sangat serius bu, saya gak mau project ini jadi black campaign nya beliau, pemilih – pemilih muda ini perlu fokus dengan project ini bu, mereka tidak boleh menjadi...” aku tidak melanjutkan kata – kata ku, karena aku yakin bu Sormin paham maksud yang akan ku sampaikan. “Ok, kalau kamu tidak ingin ada bantuan dari ketua dewan itu, baik besok akan kita tolak secara resmi.” Kali ini terbalik aku yang terbelalak melihat ke arah bu Sormin, apa yang aku dengar barusan tidak salah kan..? tanya ku dalam hati. “Ibu...?” tanya ku tanpa menyelesaikan pertanyaan yang masih bergelayut di pikiran ku.
“Ya, kenapa kita harus terima..? kalau dia saja memberikan nya dengan imbalan suara..? ibu suka pemikiran mu Ndis, pertahankan..! terkadang situasi membuat kita yang idealis ini akan di gilas kawan atau zaman.” Ia meninggalkan ku di teras rumah yang masih takjub mendengar nasehat ibu dari lelaki yang aku nantikan kehadiran nya disini. Aku menghela nafas panjang, dan tentu saja aku hafal betul langkah kaki besar yang seteangah berlari ke arah ku, siapalagi kalau bukan Mai.
“Aku lihat kau berbicara dengan bu Sormin dari jauh., kalian ketahuan..?” aku langsung dengan sigap menutup mulut Mai dengan tangan ku. Setengah berbisik aku menatap nya “shuuut... nanti mama mertua ku dengar..” aku tersenyum dan melepaskan tangan ku dari mulut Mai. Dia lantas menyunggingkan bibitr atas nya dan menatap ku kesal sambil bergumam... “Ibu mertua...” dan berlalu ke dalam..