Aku melihat ke arahnya tanda setuju, pantas saja hujan tadi aku sudah mendahului ketetapan yang maha kuasa dengan mengatakan pasti tidak hujan. Kami duduk berdua menghadap ke arah jalan yang basah karena air hujan. “Bagaimana rasanya tinggal jauh dari keluarga buk...?” Pertanyaan pak Andi membuyarkan lamunan ku, aku berharap yang ada di sebelah ku saat ini bukan Andi tapi Raja. “Ahhh, iya pak... hemmm karena tekhnologi udah makin canggih bisa video call an sehari 3 kali kayak minum obat, jadi kangen nya terobati pak, yaa meskipun rasanya berbeda kalau bisa meluk ibuk sama bapak langsung...”
Ia tersenyum melihat ke arah ku, “gimana rasanya jauh dari yang di sayang buk...?” tanya nya ke arah ku dengan senyum penuh telisik. Aku melihat ke arah nya dan beguman dalam hati, oooh mulai mancing – mancing dia, okeh kita lihat siapa yang ke makan umpan nya ya..? “Yang di sayang....? maksud nya suami gitu pak...? lah, saya single kan...” aku tersenyum ke arah nya sembari melihat bagaimana reaksi nya. “ Saya udah kelihatan kayak istri orang ya pak...?” dia jadi salah tingkah mendengar kata – kata ku barusan. “ohh, bukan itu maksud saya buk., gak kok siapa yang bilang ibu kelihatan kayak istri orang. Yah kalau misal nya jauh dari yang tersayang menyesakkan ya saya mundur bu...” jawab nya tepat ke arah ku yang tak mengira umpan ini akan memakan ku balik.
“Kalau ternyata orang yang di sayang dekat gimana...? bapak mundur juga...?” aku juga tidak mau kalah dengan permainan kata – kata seperti ini, aku juga jago kaliiiiiii.... “Tergantung bu, tergantung perjuangan nya kalau bersambut ya saya perjuangkan, lah kalau saya yang berjuang sendiri ya lebih bilih ikhlas mundur saja..” Ok, ini sudah tidak benar dan harus di luruskan segera, aku tidak mau memberikan harapan palsu pada orang yang menumpukan mungkin apa yang sekarang ia rasakan berbalas.
“sebenernya pak, saya...” Andi memotong kalimat ku. “Hujan nya sudah berheti bu, hari sudah hampir malam mari kita pulang sekarang...” Ia membuka payung nya dan mempersilahkan aku untuk ada di bawa payung yang sama. “Hemmm... Pak saya gak mau bapak salah paham... sebenernya saya sudah...” lagi – lagi aku tidak berhasil menyelesaikan kata – kata ku. “Hemmp... sampai sini saja saya antarnya ya bu,lagian rumah nya sudah kelihatan dari sini, saya gak enak kalau mengantarkan ibu sampai ke depan rumah...” aku menoleh ke arah rumah bu Sormin, “Mari buk...” ia pamit dan tak menggubris kalimat yang ingin aku selesaikan terlebih dahulu. “Mari pak ,terimakasih..” jawab ku lesu. Biar bagaimanapun besok aku akan menjelaskan semua nya pada Andi, kalau ada lelaki di hati ini.