Mauliate Gendis

Fitri Handayani Siregar
Chapter #25

Pak Andi...? #25

Malam tadi aku tidur tidak terlalu nyenyak, tetapi pagi ini aku harus tetap berjuang mengajar di sekolahan. Sepertinya aku harus memesan kopi ke kantin sekolah, kalau tidak bisa jadi aku akan tertidur di ruangan ku. “ Tek, kopi susu satu ya tek...” aku memesan kopi susu kepada etek kantin di sekolah ini, lucu kan...? kenapa di panggil etek coba, ternyata artinya etek itu tante dalam bahasa tapanuli. “Bah, sejak kapan bu Gendis minum kopi buk, baru ini ku rasa pertama kali ibuk memesan kopi ke kantin...”  ternyata ibu yang berjualan di kantin sekolah ini penasaran. “sekali – kali boleh lah tek, mau nyobain kopi susu juga...” jawab ku sembari tersenyum.

“Kopi susu satu ya buk..”  Suara ini sekarang terdengar sangat familiar di telinga ku. Benar saja setelah aku memalingkan wajah ke arah suara itu, ada pak Andi disana yang juga terlihat terkejut melihat ku ada di kantin yang sama. “tumben nongkrong nya di kantin bu...?” sapa nya ke arah ku yang memang jarang terlihat berada di kantin selama jam sekolah berlangsung. “Waa, gak boleh duduk disini aku tek...” dengan logat khas daerah itu aku melihat ke etek penjaga kantin sekolah yang di sambut tawa riuh rendah seisi kantin. “Sudah pandai pulak buk Gendis ngomong kayak kita ya...” etek kantin itu tertawa, dan pak Andi melihat ke arah ku dengan senyuman khas nya.

“Buk, siang ini ada project pembuatan tauge sendiri di kelas XII IPA I ya bu...? saya bersedia jadi relawan nya untuk hari ini bu..” Ia melihat ke arah ku berharap segera ku jawab permintaan nya barusan. “Hemmm... pembuatan tauge ini gak memakan banyak tenaga dan waktu pak, jadi hari ini kayak nya kelas saya gak butuh relawan...” Aku berusaha menolaknya secara halus, tetapi bukan Andi namanya kalau dia tidak berusaha memaksa sampai apa yang di inginkan nya tercapai. “Jadi relawan kan gak harus angkat beban atau yang lain nya kan buk..? saya bisa jadi seksi dokumentasi atau pengawas mungkin...” aku melihat ke arah nya kesal, apa dia memang tidak mengerti penolakan secara halus ini atau memang pura – pura tidak mengerti.

“Kopi susu nya bu...” Etek kantin menaruh segelas kopi susu tepat di hadapan ku yang mengalihkan perhatian ku dari pak Andi sejenak. “Wah, ini pertanda buk yang kita pesan saja sama, berarti saya harus ikut di kelas ibu hari ini...” ucap nya dengan percaya diri dan setengah tertawa. “hemmm.. kalau bapak memaksa ya apa boleh buat..” aku menatap nya yang tersenyum merayakan kemenangan nya. aku menyeruput kopi susu yang baru pertama kali ku coba setelah aku hampir enam bulan sudah mengajar di sekolah ini. “Waa, tek kopi susu nya enak gak kalah sama buatan coffe shop di Djokja...” Etek kantin itu tersenyum dan seakan – akan ingin kembali mencerna kata – kata ku barusan itu pujian kah atau sebaliknya, wajah nya terlihat bingung. Tapi memang kopi buatan etek kantin ini sangat khas sekali dan enak.

“Makanya buk, lain kali nongkrong nya di kantin...” Pak Andi tersenyum ke etek kantin. “Ya, saya gak mau korupsi waktu pak kayak guru – guru lain, kasih tugas terus nongkrong di kantin sampai jam selesai terus dapet gaji buta yang dikasih makan ke anak istri. Kita ini semua di hisab di akhir nanti pak...” jawab ku sembari kembali menyeruput kopi enak ini untuk ke dua kali nya. Tetapi disaat yang bersamaan aku mendengar suara lelaki terbatuk di tepat di belakang ku, ia sepeti menyemburkan kopi yang sudah di seruputnya. Sontak aku berbalik dan melihat ke arah nya. Ada pak Batubara disana, yang melihat tepat ke wajah ku dengan wajah serba salah, aku pun menatap nya dengan wajah yang hampir sama.

Lihat selengkapnya