Aku hanya menatap layar ponsel itu untuk beberapa saat, rasanya aku ingin marah tapi entah dengan siapa, karena aku sendiri yang ceroboh menjatuhkan ponsel dari tangan ku, pak Andi hadir tanpa sepengetahuan ku itu juga bukan salah nya. Jika ingin menyalahkan waktu yang tidak tepat. Tetapi waktu adalah jawaban dari setiap pertanyaan. Pak Andi terlihat merasa bersalah, padahal ini murni bukan salahnya. “Saya minta maaf bu, hemm begini saja besok kan hari libur bagaimana kalau kita perbaiki ke Sidimpuan saja bu...?” Ia menawarkan untuk memperbaiki ponsel ku ke kota Padangsidimpuan yang dapat di tempuh kurang lebih satu jam dari Sipirok ini.
“Bukan salah bapak kok, saya yang ceroboh ngejatuhin handphone nya. hemmm nanti saya pikirkan dulu gimana baik nya pak, permisi...” dengan perasaan campur aduk aku meninggalkan pak Andi di depan gerbang sekolah. Apa ya yang akan disampaikan Raja tadi, ia pasti khawatir karena ponsel ku tiba – tiba mati. Sesampainya di rumah bu Sormin, aku masih belum tahu ke Sidimpuan dengan siapa besok untuk memperbaiki ponsel ini yang mati total. “Mai, besok kau sibuk...?” Mai masih terlihat berkabung karena artis korea idola nya memutuskan berhenti berkarir dan menikah dengan orang biasa. “Aku masih berkabung Ndis, kenapa...?” tanya nya agak ketus, aku tidak ingin membuat mood nya tambah berantakan, ku urungkan niatku untuk mengajak nya ke Sidimpuan besok.
Hanya ada satu orang yang jelas – jelas dapat meluangkan waktunya besok, siapa lagi kalau bukan pak Andi. Tetapi rasanya pasti akan canggung jika pergi berdua saja dengan orang yang sudah kau tolak cintanya. Hufttt, aku semakin tidak mempunyai pilihan selain dengan pak Andi besok. Mai memanggilku dari teras depan, “Ndis, Pak Andi telepon...? dia gak punya nomor mu ya...?” aku terkejut mendengar teriakan Mai dari teras, baru saja aku memikirkan nya, aku bergegas ke teras dan meraih ponsel nya Mai. “Iya pak...” baru satu patah kata yang aku ucapkan ia menutup teleponnya dengan kalimat pendek tetapi mengena. “Besok saya tunggu jam 9 pagi...”
“Apa katanya Ndis...?” Mai penasaran karena percakapan kami terlihat singkat sekali, atau lebih tepatnya seperti hanya saling mengucapkan salam saja satu sama lain. “Dia juga berduka karena artis korea nya kawin lagi Mai...” sambil tersenyum mengejek nya aku berlari ke dalam membawa ponsel nya di tangan ku. Mai yang tidak terima berlari mengejarku ke kamar. “Hidupmu itu jangan terlalu kaku Ndis, coba sekali – kali tatap yang lain...” Ia mengambil ponsel nya dari tangan ku, “Aku lebih suka kau dengan pak Andi daripada Raja...” dan berlalu pergi meninggalkan ku di kamar dengan perasaan campur aduk.
Pagi ini entah kenapa aku begitu bersemangat dari sebelumnya, apa karena akan pergi dengan pak Andi, atau karena aku ingin segera memperbaiki ponsel ku dan kembali dapat menghubungi Raja juga bapak dan ibu. Aku sudah bersiap dari tiga puluh menit yang lalu, sambil sesekali aku mengintip lewat jendela kamar ku apakah pak Andi sudah datang atau belum. “Kan lihat kau pasti akan lebih bahagia dengan pak Andi Ndis, lihat kau pagi ini...!” kata – kata Mai tidak akan mengubah keputusan ku untuk tetap mencoba hubungan tanpa status ini dengan Raja. Ku dengar suara motor dari arah luar, pak Andi dengan kemeja biru muda yand di padukan dengan kaos dalam berwarna putih dan celana bahan oversize berwarna coklat dipadu padankan dengan sepatu kets hitam beralur putih. Kemeja itu tak sepenuh nya di kancing. Kali ini ia terlihat berbeda dari biasanya.