“Kesempatan yang mana Ndi...?” Aku memberanikan diri untuk memastikan sebenarnya ini hanya umpan saja atau memang sudah menjala. “Kesempatan untuk lebih mengenal mu Ndis...? bukan kesempatan untuk menggantikan Raja, tapi untuk kita bisa saling mengenal satu sama lain..,” ternyata ini bukan umpan yang akan dimakan ikan tetapi sudah menjala agar ikan itu memang benar – benar tertangkap di jaring nelayan. “Aku bukan tipe orang yang suka memilih antara A atau B Ndi, aku juga tidak ingin berada dalam situasi harus memilih dan seandainya pun aku terpaksa harus memilih mungkin lebih baik aku mundur tanpa pilihan...” Aku si Plin plan ini tidak akan mau lagi ada pada dua pilihan sulit cukuplah beberapa tahun silam saat memilih jurusan, dan memutuskan untuk tinggal atau berangkat ke Sipirok ini, aku tidak ingin lagi di hadapkan pada pilihan.
Andi yang mendengar penjelasan ku, sejenak terdiam dan hanya menatap ku tanpa berkata sepatah katapun, kemudian ia melanjutkan dengan “Aku juga tidak ingin menjadi salah satu dari pilihan itu Ndis, aku ingin jadi yang terpilih dan hanya satu – satu nya. Bukan satu dari dua, tapi hanya satu – satu nya.” aku menghela nafas panjang kali ini, rasanya ingin memutar kembali waktu untuk menolak ajakan nya hari ini agar tidak terjebak di situasi yang aku bantu ciptakan sendiri. “Ndi, ini masalah perasaan bukan tentang sekedar pemilihan ada yang kalah dan menang saja, ini lebih dari itu...” semoga kata – kata ini dapat meredam perasaan nya sebentar saja, setidaknya sampai kami kembali ke Sipirok lagi.
“Apa aku tidak pantas untuk di pilih dan di perjuangkan Ndis..?” pertanyaan nya kali ini menurut ku sungguh melewati batasan nya. Raja saja tidak pernah menanyakan hal ini sebelumnya.”Ndi, aku harap kau memahami situasi ini, aku sudah memilih Raja...” dengan begini aku harap Andi mengerti situasinya dan memilih mundur dari pergumulan batin yang tidak mudah tentunya. “Apa kelebihan Raja yang aku tidak punya Ndis...?” wajah serius itu masih terpasang di wajah nya sejak tadi, belum ada senyum hangat yag selalu ramah menyapa ku itu. “Ini bukan masalah siapa yang terbaik dan bukan Ndi, ini masalah momen dan timing, aku lebih dulu mengenal Raja dan memilih Raja...”
Ia menatapku masih dengan tatapan yang sama. “Jadi, seandainya kita di pertemukan lebih awal bisa saja kau memilih ku dibanding Raja kan...?” Pertanyaan ini sesuatu yang memang masih ku cari jawaban nya. “Entahlah Ndi, aku gak bisa jawab, tetapi yang bisa aku pastikan sekarang lebih baik kau mencari perempuan lain di luar sana yang jauh lebih banyak lebih nya daripada aku...” baru setelah kalimat ini aku melihat Andi tersenyum ke arah ku. “Kau yang terbaik Ndis, kenapa harus mencari yang lain jika yang terbaik sudah ada di depan mata...” Cep, aku berdecap dan menutup kedua mata ku dengan tangan ini. “Jangan buat aku semakin merasa bersalah dengan Raja Ndi... tolong bisa kita pulang sekarang atau kita pergi sekarang dari sini...” Ia lantas berdiri dan tersenyum ke arah ku yang semakin merasa tidak nyaman berada di dekatnya.
“Ayok kita ke Sidimpuan untuk mengambil handphone mu...” Ia menaiki motor nya dan melaju dengan cepat. Sepanjang jalan kami tidak saling betegur sapa sama sekali. Hanya ada suara angin dan kendaraan yang lalu lalang. Setibanya di konter service handphone Raja langsung masuk ke dalam dan membiarkan ku tetap berada di motor. “Kau tunggu saja disin Ndis, biar aku yang ambil handphone nya ke dalam...” Aku ingin mencegah nya tetapi gagal.
“Biar aku yang bayar Ndi...” aku lagi – lagi berusaha menghentikan langkah nya tetapi tetap gagal. “Aku yang membuat handphone mu sampai rusak Ndis, biar kali ini aku yang bertanggung jawab membayar biaya service nya...” Ia meninggalkan ku dan masuk ke dalam. Tak lama ia membawa handphone keluar dari konter ponsel itu dalam keadaan menyala. “Coba di tes dulu, apa sudah bagus seperti sebelumnya..?” aku mengutak – atik beberapa aplikasi di handphone ku, semuanya sama seperti sebelum jatuh kemarin. “sudah Ndi , sudah bagus...” Ia mengambil handpone dari tangan ku, dan ada nada dering tanda ada panggilan masuk. “Itu nomor ku Ndis, sekarang kita pulang karena hari sudah makin gelap sepertinya akan hujan...”langit mendung di kota salak, Padangsidimpuan.