Mawar Biru

zee astri
Chapter #2

Berbeda

“Apa yang lebih menyakitkan selain melihat dia yang dulu amat memujamu, kini menatapmu pun enggan.”

---

Selly sudah memprediksi bahwa hari ini ketika dia menginjakkan kaki di kampus, orang-orang akan memberi perlakuan ‘istimewa’. Dia sudah menyiapkan mental dan hati, merapal mantra bahwa dia akan baik-baik saja. Semua hanya soal waktu.

Dia sengaja datang mepet waktu. Ketika kakinya menjejak lantai kelas di gedung B itu, suasana yang tadinya riuh, mendadak sunyi. Semua mata tertuju padanya, seolah menelanjangi Selly dari ujung kepala sampai kaki.

Kecuali seorang pemuda berkemeja biru tua di dekat jendela. Rey sontak membuang muka, tidak membiarkan kontak mata terjadi, seolah memandang Selly sama artinya dengan menyakiti mata secara langsung. 

Memilih duduk di bangku paling depan ternyata bukanlah hal bagus, bisik-bisik mulai terdengar. Empat mahasiswi di samping misalnya, lirih bersuara dengan mata terang-terangan memindai Selly. 

Siulan terdengar dari bangku pojok belakang. Pemuda bersurai berantakan berjalan menyaku satu tangan ke depan. “Kok mendadak jadi hot gini ya.” Irwan, mahasiswa paling senior itu mengibas tangan ke depan leher serupa kipas.

“Hot kenapa, Bang?” sahut Ferdi.

“Kaya ada artis lewat.” Gemuruh tawa terdengar menanggapi kelakar Irwan. “Mau tau gak siapa artisnya?” 

“Siapa tuh?”

“Kepo dong?” 

Irwan berhenti di depan bangku Selly, menjalankan jemari di sepanjang garis meja, lantas menggebrak hingga sang empunya berjengit.

“Seneng, ya, jadi artis?” bisik pemuda itu membungkuk tepat di samping telinga Selly. Gadis itu menunduk, menautkan jemari di atas paha.

“Kak Irwan,” panggil Jesica di bangku ketiga. “Jadi, dia artisnya? Artis apaan, tuh?” Ruangan itu seketika bergemuruh, berisi tawa dan cemooh.

Irwan terbahak, pria itu lantas mengalihkan tatapan pada Rey yang sedari tadi fokus melihat ke luar jendela. “Rey, lo udah nyobain?”

Gemuruh sorakan terdengar dua kali lebih nyaring dari sebelumnya. Beberapa cowok bahkan memukul-mukul meja menambah hiruk suasana.

Gebrakan meja kembali terdengar dari bangku di samping jendela. “Diem gak lo pada!” perintah Rey, jarinya menunjuk satu-satu penghuni kelas itu.

Jika ada aturan yang harus dipatuhi oleh mereka yang berada di kampus ini, maka salah satunya adalah Jangan pernah melawan anak pemilik kampus, kecuali sudah tidak ingin berada di sana. Satu bentakan dari Rey, sudah cukup membuat mereka terdiam. Tidak ada yang bersuara sampai Bu Daniah, dosen biokimia memasuki ruangan.

*** 

Langkah kaki Selly terhenti ketika seseorang menghalangi, tapi ketika dia mencoba menyamping, orang itu melakukan hal yang sama, membuat ujung sepatu mereka kembali bertabrakan. Selly berdecak sebal, lantas menengadah, bertemu pandang dengan pemuda yang tersenyum jahil.

“Kiky, jahil banget, si!” 

Pemuda berkaca mata itu terpingkal mendengar makian Selly. “Kamu, sih, lagi nyari duit apa gimana? Jalan sambil nunduk gitu.”

Lihat selengkapnya