Suatu hari kamu akan mengerti ada banyak harapan yang terselip setiap kita menghabiskan waktu berdua. Mengulang momen seperti ini salah satunya.
---
Selly terjaga dari tidur malam dengan peluh bercucuran, membasahi kepala dan leher. Napasnya terengah, seolah baru saja menempuh maraton ratusan meter. Mimpi itu, menyambanginya lagi. Mimpi buruk yang telah lama terpuruk bersama waktu. Mengusik ketenangan batin Selly. Mencabik luka yang belum mengering sempurna.
Suara-suara itu bahkan serupa lolongan tepat di depan telinga. Membuat indra pendengarnya berdenging, sakit. Seolah kejadian itu baru terjadi beberapa menit lalu, diusir, dicaci, dan dikucilkan. Hingga dia harus bersembunyi layaknya buronan. Sempat trauma akan sebuah hubungan sosial.
Bangkit, lalu duduk bersandar pada kepala ranjang, gadis itu menilik tempat di sebelahnya. Ibunya pasti tidur di ruang tamu lagi. Sejak mereka pindah ke kontrakan tiga petak ini tiga tahun yang lalu, Dita memilih tidur di ruang depan, jarang sekali menemani Selly, kecuali diminta.
“Ibu lebih suka di depan Nak, lebih gampang untuk bangun malam,” alasan yang diberikan Dita.
Sunyi melingkupi, detak jarum jam dinding menggema di kamar bercat putih gading itu. Selly menutup kuping karena iramanya yang konstan serupa pukulan di kepala.
Frustasi, Selly turun dari ranjang berukuran queen itu, nyaris terjerembab, karena tersandung selimut yang melilit kaki. Meraih penanda waktu berbentuk bulat dengan gambar mini mouse di dalam background-nya, lantas melepas batu baterai dengan tangan gemetar.
Tertatih kembali ke kasur, lalu berbaring meringkuk, menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh. Selly mencoba memejamkan mata, meski satu detik setelahnya kembali terbuka karena bayangan yang begitu nyata menyapa.
***
“Kamu kesiangan, Nak?” sapa Dita ketika melihat Selly keluar dari kamar terlambat dari biasanya.
“Iya, Bu.” Lesu, Selly menyambangi Dita di dapur.
Biasanya, Selly yang melakukan rutinitas itu, membuat sarapan untuk mereka. Menyiapkan secangkir teh hangat untuk Dita.
“Kamu kenapa, sakit?” Dita menyentuh kening Selly dengan punggung tangan, khawatir dengan putrinya yang tampak pucat.
Menggeleng, Selly menangkup telapak tangan Dita, lantas mengecupnya. “Cuma kurang tidur, Bu.”
“Kenapa? Banyak tugas, ya?” Dita memberi pijatan lembut di pundak anaknya menggunakan tangan yang bebas. Teringat semalam Selly pulang dengan keadaan kuyu.
Selly melengkungkan bibir, sentuhan ibunya serupa magic yang memberi ketenangan dan kekuatan baru. “Selly gak papa kok, Bu.”
“Kamu kuliah hari ini?”
Selly mengangguk sebagai jawaban. “Masuk siang, Bu.”
“Ada janji sama seseorang?”
Pertanyaan Dita membuat kening Selly berkerut. “Tidak ada.”
“Sebentar.” Dita berjalan ke ruang tamu, mendekati jendela di samping pintu. “Itu bukannya mobil Rey teman kamu ya, Sel?”
Mengerutkan kening, Selly mendekati Dita, ikut mengintip dari balik jendela. Mobil sedan hitam dengan plat nomor yang Selly hafal terparkir di seberang jalan.
“Ngapain Rey di situ?” gumam Selly, lebih terdengar bertanya pada diri sendiri.
“Kemarin dia ke sini nyariin kamu.” Dita duduk di sofa, lantas menceritakan perihal kedatangan Rey yang mencari keberadaan Selly. “Dan Ibu lihat dari sebelum subuh mobil itu sudah ada di sana,” pungkas wanita itu.
Seolah teringat sesuatu, Selly menepuk kepala, lalu tergopoh kembali ke kamar. Sedikit linglung mencari keberadaan tas selempang berbahan kain yang biasa dia pakai. Hingga ekor matanya menangkap onggokan hitam di bawah kolong tempat tidur. Membuka resleting tas, Selly mengeluarkan semua isinya, dan benda yang dicari pun terlihat. Gadis itu menggigit bibir ketika menemukan puluhan chat dan panggilan tidak terjawab dari nomor yang sama. Penunjuk daya di layar ponselnya bahkan sudah berwarna merah, bisa dipastikan sebentar lagi ponselnya akan mati.
Getaran panjang dari benda pipih itu membuat Selly terlonjak. Baru saja jempolnya akan menggeser ikon penerima panggilan, ketika getarannya hilang bersamaan dengan layar berubah gelap. Panik dia menuju meja belajar, mencari charger di laci. Tapi belum sempat menyambungkan dengan sumber daya listrik, gadis itu berjalan cepat keluar ruangan.
“Lho Sel mau ke man—”