Mawar Biru

zee astri
Chapter #19

Syarat

Bagiku, Papa adalah Raja, yang harus dihormati dan dipatuhi.

---

Bangunan dua tingkat bergaya modern itu terlihat mewah dan megah. Halaman depan lebih dari cukup untuk menampung tiga mini bus sekaligus, belum termasuk car port di sebelah kanan bangunan. Taman dengan beraneka ragam bunga terawat berada di sisi kiri, dipermanis dengan air mancur di tengahnya. Bagian belakang, jernihnya kolam renang mengundang siapa pun untuk menceburkan diri ke dalam. Pun menjadi tempat bersantai bagi para penghuninya.

Berpindah ke bangunan induk, tempat di mana puluhan ruang terbentuk. Seperti kamar-kamar dengan fasilitas hotel bintang tujuh, ruang tamu yang lebih pantas di sebut aula dan ruang makan dengan meja panjang dan belasan kursi mengitari.

Tapi siapa sangka rumah sebesar itu, hanya ditinggali dua orang saja. Tepatnya dua orang pemilik rumah alias majikan, sementara enam orang lain hanya asisten rumah tangga.

Seorang lelaki paruh baya dengan rambut klimis tersisir rapi ke belakang duduk di kursi ruang makan, khusyuk membaca surat kabar. Sesekali tangannya berpindah pada cangkir kopi di depan, menyeruput sedikit isinya sebelum melanjutkan membaca. Mengabaikan berbagai menu sarapan di atas meja.

“Pagi, Pah.”

Barulah setelah sapaan terdengar, lelaki itu melipat koran, menoleh pada anak semata wayangnya, “Pagi, Rey.”

Rey duduk di ujung dekat kursi ayahnya yang berada di depan kepala meja. Membalik piring, Rey mengambil dua potong sandwich isi tuna dan sayur. Wajahnya terlihat cerah mengalahkan mentari di luar sana. Senyum terkembang menghiasi bibir.  

“Kamu terlihat bersemangat Rey hari ini?” tanya Randy. Beberapa hari belakangan Rey lebih sering diam, bukan karena pikiran kosong, tapi seperti menyimpan banyak beban.

Rey menarik sudut bibir, nyatanya euforia kebahagiaannya kemarin masih terasa hingga detik ini. Sekuat itu pengaruh Selly padanya. Pantaslah tempo hari dia uring-uringan. “Mau nimba ilmu kan harus semangat, Pah,” dalihnya.

Randy mengangguk seraya mencebikkan bibir bawah, lantas meletakkan tangan di atas meja setelah lebih dulu menggeser cangkir. “Kamu juga terlihat sibuk Rey akhir-akhir ini?” 

Rey meletakkan kembali pisau dan garpu ke atas piring, beralih memperhatikan orang tua satu-satunya, Randy Atmaja. Kalau ditanya, siapa idola Rey? Maka dia akan mantap menjawab, idolanya adalah lelaki yang duduk di sebelahnya ini. Lelaki yang menurut Rey mempunyai aura istimewa, semacam jiwa pemimpin yang membuat siapa pun tunduk dan hormat, bahkan jika pria itu hanya memakai kaus rumahan sekali pun. Rey selalu suka cara Randy berjalan, membuat setiap mata mengalihkan pandang, dan mengangguk hormat. Rey kagum bagaimana cara lelaki itu mengeluarkan setiap patah kata, seolah sebelumnya telah diperhitungkan baik-buruknya. 

Mungkin itulah sebabnya Randy Atmaja sukses menjalankan perusahaan sabun miliknya menjadi yang terbesar di negara ini. Lelaki yang masih terlihat gagah meski rambutnya tak lagi hitam sempurna itu juga menjadi sosok lebih dari seorang bapak bagi Rey. Jika banyak anak pengusaha yang mungkin terlantar karena bapak mereka yang sibuk mengurus bisnis, maka Rey sama sekali tidak pernah kekurangan kasih sayang dan perhatian sejak dia ditinggal sang ibu 15 tahun lalu. Bagi Rey, Randy Atmaja adalah raja yang wajib dihormati dan dipatuhi keinginannya.

“Lumayan, Pah. Kenapa?”

Lihat selengkapnya