Kadang apa yang kamu lakukan menjungkirkan akal sehatku.
---
Gila!
Apa Selly baru saja terbentur kepalanya? Atau gadis itu terpapar sinar mentari terlalu lama, sehingga otaknya sedikit bergeser?
Rey harus menahan diri untuk mengumpat dan memaki. Apa yang dilakukan Selly Anandita benar-benar tidak bisa diterima nalar. Gadis itu dengan suka rela mengantar Kiky ke klinik terdekat yang itu artinya dia juga harus ikut terlibat. Menjadi sopir demi menjaga gadisnya. Selly bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Seolah Kiky tidak pernah dengan sengaja menyebar foto Selly dibumbui berita hoax penuh misi. Selly masih seluwes itu memperlakukan Kiky, seperti sepasang teman akrab. Apa di sini Rey yang berhalusinasi tentang bagaimana Selly tidak mengacuhkan Kiky kemarin?
“Jelaskan!” Rey tidak bisa menahan diri lagi, pintu mobil yang sedianya sudah dibuka dia tutup lagi dengan bantingan, membuat Selly yang berjalan di belakangnya berjengit.
Rey memutar tubuh, menempatkan kedua tangan di pinggang. “Jelaskan sikap kamu barusan!”
Selly mengangkat kepala, bertemu pandang dengan netra kelam Rey yang membara. “Menolong orang yang hampir pingsan karena digebukin lelaki pemarah,” ujar Selly enteng.
“A-apa?” Mulut Rey setengah terbuka. Apa Selly bermaksud merusak harinya?
Selly menarik napas, lantas berjalan melewati Rey, tapi cekalan di pergelangan tangan membuatnya terpaksa berhenti. Mata Selly memanas, ada apa dengan orang yang ditemuinya hari ini? Kenapa mereka suka sekali mencekal tangan Selly, membuat langkahnya terhenti, membuatnya mau tak mau menghadapi.
“Apa yang dikatakan Kiky?” tanya Rey, dingin.
“Tidak ada.”
Rey mendengkus, rahangnya mengetat. “Lalu kenapa kamu berubah secepat ini?” Suaranya meninggi, membuat kuping Selly berdenging.
Gadis itu mendongak, menatap Rey dengan mata berkaca, satu kedipan saja cairan itu akan luruh. “Bisakah kita melupakannya? Bisakah ..., kamu berpura tidak melihatnya?” ujarnya lirih.
Selly melepas cekalan Rey, lalu melimbai masuk ke dalam mobil. Duduk di samping kursi pengemudi, gadis itu memejamkan mata. Memberi isyarat pada Rey bahwa dia tidak ingin diganggu.
***
Matahari telah condong ke barat ketika Selly sampai di depan rumah. Dia harus berulang kali menarik dan mengembuskan napas sebelum mengetuk pintu dan mengucap salam. Memasang senyum terbaik ketika mendapati sang ibu duduk di karpet ruang tamu dengan gundukan kain di depannya.
“Ibu ngapain sih, bukannya istirahat?” tanya Selly, duduk di sebelah Dita.
Dita menghentikan gerakan tangannya memasang manik-manik pada kain. “Ibu udah sehat, Sayang. Lagian Ibu jenuh kalau hanya berdiam diri.”
Cuping hidung Selly mengembang dan mengempis ketika samar dia mencium aroma tembakau. “Yang nganterin ini siapa, Bu?”
“Pak Danu.” Dita menyebutkan atasannya saat masih bekerja di konveksi. “Oh iya, itu dia bawa kue buat kamu di kulkas.”
Selly memperhatikan ibunya, meski baru sembuh dari sakit, wajah jelita Dita masih memancar alami, mungkin itu sebabnya tak jarang lelaki yang menyukai. Salah satunya Danu, teman satu pekerjaan dulu sebelum sakit. Duda dua anak itu, tak segan mengunjungi mereka, terang-terangan memberikan perhatian lebih. Meski respon yang diberikan Dita masih tetap sama. Biasa saja.
“Ibu ....” Selly setengah ragu melanjutkan ucapannya. “Gak mau nyoba hubungan serius?” Yang Selly tahu, selama ini Dita tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun. Yang Selly tahu, Dita hanya mendedikasikan hidup hanya untuknya. Yang Selly tahu, cuma ada satu nama bagi Dita, yaitu ayah biologis Selly. Tidakkah Dita berniat untuk bahagia? Seperti lelaki itu misalnya?
Menoleh, Dita memfokuskan pandang pada Selly. “Banyak yang mungkin menerima ibu sebagai orang tua tunggal,” ucapnya kalem. “Tapi mungkin hanya satu dari sekian ribu yang mau menerima masa lalu ibu, sepaket ketidakhormatan status yang disandang.”
Seperti tercubit, dada Selly mendadak sakit. Faktanya, tidak hanya dia yang merasa serba salah di sini, Dita juga merasakan hal yang sama. Tersudut saat dihadapkan pada fakta masa lalu.
Selly merangsek, mendekap tubuh Dita erat. Berbagi segala hal yang tidak bisa mereka utarakan tapi mungkin bisa sedikit melegakan ketika tahu mereka masih saling memiliki. Meski kadang dunia begitu kejam, tapi mereka akan sanggup melewati jika masih saling menggenggam.
***
Selly terpaksa berhenti ketika tubuh beraroma menyengat menghadangnya. Membuat Selly mundur satu langkah demi menjaga kesterilan udara yang dia hirup. Selly curiga perempuan di depannya ini mengguyurkan minyak wangi bukan menyemprot ke tubuh.
“Jadi lo sekarang seneng udah balikan sama Rey?” ucapan itu keluar dari bibir berpoles lipstik merah muda senada dengan dress selutut yang dia kenakan.
“Bukan urusan kamu, Jes.”
Jesica berdecak, lantas memainkan ujung rambutnya yang terjuntai di depan dada. “Gue curiga lo pakai dukun ya, sampai Rey segila itu?”