Aku kira ini tidak akan menyakitkan. Nyatanya, rasa sakit itu tetap ada. Hujan yang kamu benci memang mampu menghapus jejakmu, tetapi bukan perasaanku tentangmu.
🍃
Aku sudah memutuskan untuk melakukannya hari ini. Pengakuan cinta. Mengatakannya dalam hati pun tetap terasa mendebarkan. Ada yang mengatakan, bahwa lebih baik mendapat malu karena ditolak, daripada kecewa karena tidak bicara sama sekali.
Pikiranku dipenuhi dengan bagaimana caranya untuk mengungkapkan rasa suka. Aku sungguh tidak berpengalaman dengan ini semua. Aku sering membaca buku dan menonton film, tetapi contoh yang diperlihatkan adalah bagaimana karakter cowok yang mengungkapkan perasaannya. Surat cinta, puisi, lagu, bunga, hadiah. Bermacam-macam cara dapat digunakan untuk membantu mengungkapkan perasaan, tetapi aku bahkan tidak bisa melakukan salah satunya.
Aku terus berjalan dan berpikir tanpa mempedulikan keadaan sekitar. Padahal, biasanya aku selalu memasang mata dan telinga untuk mengamati sekitarku. Aku hanya merasakan semilir angin dingin menembus kulitku. Keberadaan Aidan di belakangku, membuatku semakin gugup. Aku berusaha untuk menghindar sebentar darinya, menata hatiku untuk memutuskan pilihan yang aku ambil.
Lanjutkan atau berhenti.
Aku menghentikan langkah kakiku karena tiba-tiba saja di depanku terdapat satu bunga kecil dengan kelopak putih dengan mahkota berwarna kuning. Aku menatap bunga itu sebentar, kemudian beralih menatap ke arah sampingku. Aidan sudah berdiri di sampingku, menatapku dengan senyum tipisnya.
“Ternyata di pinggir jalanpun masih ada bunga,” katanya.
Dia menyerahkan bunga itu kepadaku, tanpa daya tanganku meraih bunga itu dengan sendirinya. Aku terpaku diam mengamati bunga itu. Entah apa nama bunga ini, tetapi aku sudah menyukainya. Aku menyukai bunga ini, bahkan sebelum tau namanya. Aidan mulai melangkahkan kakinya berjalan di depanku, meninggalkan aku yang berdiri mematung. Kenangan satu-persatu bermuculan di kepalaku. Keberanian seakan menyeruak keluar dari dalam alam bawah sadarku, membuat ketakutan dan keraguanku menghilang.
“Aku suka,” gumamku, terus menatap ke arah punggungnya yang semakin menjauh.
Aidan membalikkan badannya dan menatap lekat diriku. Kesunyian dan jarak diantara kita membuat ku terkekang. Aku ingin menghilangkan tali yang melilitku dan menghapus jarak diantara kita.
“Aku suka kamu...Aidan,” tegasku.
Akhirnya aku mengatakannya. Sedikit perasaan lega muncul dari dalam diriku, rasanya seperti aku mampu untuk bernafas dengan bebas. Dia hanya diam menatapku lalu tersenyum. Saat aku melihat senyum itu, aku tau itu bukan sepenuhnya senyum bahagia.
“Sampai ketemu lagi, besok.” Aidan berbalik, berjalan menjauh dari tempatku berdiri.
Aku hanya bisa diam, memandangi pungungnya yang semakin menjauh pergi.