Mawar Biru

SZA
Chapter #17

Pindah

Juni 2015

Kepura-puraan. Berpura-puralah, sampai kamu lupa kalau kamu sedang berpura-pura. Kadang hidup memang penuh dengan kebohongan dan kepura-puraan.

Sampai sekarang, inilah yang aku lakukan. Berpura-pura.

Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku hanya menyukai Aidan sebagai teman. Atau, setidaknya berpura-pura seperti itu. Tetapi, bukan lupa yang aku dapatkan, justru perasaanku semakin menuntut untuk dibebaskan. Perasaanku yang sebenarnya, bukan yang aku sembunyikan dalam topeng kepura-puraan. Tetapi, perasaanku ini harus dihentikan bukan?.

Aku sedang berusaha. Tentu saja, tidak mudah untuk melupakan dan menghapus semua kenangan yang aku anggap berharga. Terlebih lagi, semua yang terjadi di antara kita hampir sudah aku tulis dalam buku harianku. Sebenarnya ini mudah, aku hanya perlu menerima bahwa dia tidak bisa membalas perasaanku. Tetapi, tetap saja terasa sangat sulit.

Aku sudah memikirkan berbagai solusi, tetapi bahkan tak satupun dapat digunakan. Rasanya, aku ingin segera terbebas dari semua hal yang mengganggu pikiranku ini.

“Apa rasa makanannya nggak enak?” ucap suara familiar ibuku, membawa kembali pikiranku ke dalam dunia nyata.

Aku menatap Ibuku dan tersenyum padanya. “Tentu saja enak.”

Ibu menyipitkan matanya, memandangku curiga. “Akhir-akhir ini... kamu sedikit berbeda.”

“Berbeda?” tanyaku, “aku rasa hanya perasaan ibu saja. Aku selalu begini setiap hari.”

Sekarang tidak hanya Ibu, Paman dan Ayah pun ikut memandangku curiga. Seolah memberikan tanda penyangkalan, pada apa yang baru saja aku katakan. Aku mengabaikan tatapan mereka dan mendengus pelan, melanjutkan menyendok makananku.

“Sepertinya, hari ini ada berita penting,” kataku, tidak mengalihkan pandangan dari danging panggang yang ada di piring.

Aku masih berusaha untuk menghindar dari tatapan mata mereka. Karena, saat ini, aku tidak ingin ada yang tau isi pikiranku yang sebenarnya.

Ada jeda diam sesaat. Bahkan, suara piring berdenting pun tiba-tiba lenyap.

“Bagaimana kamu bisa tau?” tanya Ayahku.

Aku menghela nafas panjang, menatap mereka satu persatu. Lalu, menatap semua makanan yang ada di meja makan di depanku. Semua disiapkan dengan rapi, terdapat berbagai macam makanan yang jarang kami makan sehari-hari. Terlebih lagi, ada sushi ikan tuna yang merupakan makanan kesukaanku. Padahal mereka membenci sushi ikan tuna. Hal ini terkadang mereka lakukan saat ada pembicaraan penting yang akan dibawa di meja makan. Contohnya saja, baru kemarin kita melakukan ini untuk berdiskusi tentang acara lamaran paman.

Bagaimana mereka berharap, aku tidak mengetahui maksud dari ini semua?.

Lihat selengkapnya