Mawar Biru

SZA
Chapter #9

Besok

Membuatmu menunggu aku menjadi merasa bersalah. Bukan masalah waktu. Tapi karna aku tau menunggu merupakan kegiatan yang paling tidak menyenangkan. Meskipun kamu sedang menunggu orang yang kamu sukai. Karna kegelisahan dari ketidakpastian, semakin lama membuat bimbang pada keputusan yang telah kau buat.

🍀🍀🍀

Sepanjang pengalamanku mengikuti acara club Da Vinci, aku tidak pernah merasa segugup ini. Dan, setiap aku menengok ke arah keluar jendela, aku seperti tidak bisa percaya dengan penglihatanku sendiri. Aku sudah memastikan untuk yang ke sekian kali bahwa diluar ruangan ini, Aidan masih duduk menungguku. Dan kata-kata ‘selalu bersama’ yang dia ucapkan tadi terus terulang di kepalaku. Apakah ini artinya aku akan lebih sering bersama dengan dia? Dan aku tidak yakin kejadian ini harus ku syukuri atau tidak.

Tentu saja aku senang bisa dekat dengan dia yang pada awalnya memang sudah mencuri perhatianku. Terlebih lagi saat aku tau kalau kita satu kelas. Saat itu kita langsung bisa berteman karena dengan adanya Katherin, yang untungnya satu kelas denganku, aku bisa mengakrabkan diri dengan bantuan Katherin yang supel. Dan kemudian terjadi kejutan lagi, bahwa dia sebenarnya keponakan Bibi Aitria, tetanggaku yang sangat cantik dan ceria itu. Selalu ada banyak kejutan menyangkut dirinya. Apakah ini yang dinamakan takdir? Takdir untuk membuat kita dekat tentunya.

Bayangkan saja. Awal masuk sekolah yang ku temukan adalah senyum di wajahnya. Lalu beberapa jam kemudian, aku mengetahui kalau kita sekelas. Beberapa hari kemudian, aku menyadari bahwa dia adalah tetanggaku. Dari sekian banyaknya tempat, dia berada di sekitarku. Mungkin memang aku kelihatan naif, tapi remaja memang belum menjadi dewasa. Dan aku masih percaya dengan takdir atau semacamnya. Dan aku berharap ini merupakan takdir baik.

Sedari tadi aku tidak memberi perhatian pada Pak Berhan, guru seni yang sedang memberikan penjelasan terkait macam cat untuk melukis, teknik-teknik melukis, dan beberapa hal penting lainnya. Lagi pula dalam melukis kita kan diberi kebebasan untuk mengesperikan diri sendiri. Karna itulah aku menyukai menggambar dan melukis. Kita bisa bebas untuk menjadi diri sendiri, mengeksperikannya seperti yang kita mau. Menuangkan perasaan tersembunyi yang kita miliki pada hal yang disa dilihat dan disentuh.

Setelah Pak Berhan selesai memberikan penjelasan, kami dipersilahkan untuk mengatur papan canvas pada easel. Hari ini kita mendapatkan challenge melukis buah-buahan dengan menggunakan cat air. Yah, klasik memang, tapi mungkin ini memang dasar dari melukis. Membantu mengasah dan membiasakan diri kita untuk melukis. Dan aku rasa, kali ini aku benar-benar mengacaukannya.

“Maaf pak, lukisan saya sepertinya jadi lukisan abstrak daripada naturalis,” gerutuku sambil menghela nafas saat Pak Burhan mengamati lukisanku.

“Hmm, sudah berapa kali saya bilang. Tidak ada karya yang tidak sempurna, semua karya itu sempurna. Mereka menggambarkan perasaan kita. Sepertinya perhatianmu bukan pada buah disini yang harus kamu lukis, tapi pada hal yang berada di luar sana.” Pak Burhan yang terpaku pada lukisanku mengalihkan pandangannya padaku tak lupa dengan senyum khasnya.

“Hah?! Maksud bapak?” tanyaku kaget.

“Yah, misalnya pada yang menunggu di luar.” Pak Burhan kemudian menoleh ke arah luar jendela tempat Aidan sedang duduk menungguku.

“Nggak tu!!” sergehku sambil mengelengkan kepala.

“Saya tau meskipun kamu bohong.” Pak Burhan menepuk pundakku, setelah itu dia beralih ke teman sebelahku untuk melihat lukisannya.

Aku mencoba mencerna perkatan Pak Burhan sebelum akhirnya aku menoleh ke arah jendela. Dan aku berhasil menangkap tatapan mata Aidan saat itu juga. Apa sedari tadi Aidan memperhatikan aku? Adian tidak melepaskan pandangannya padaku, dia menggerakkan bibirnya seperti akan mengatakan sesuatu. Aku menyipitkan mata dan dan menurunkan alis mengamati dia.

‘Hah? A-pa?’ aku menggerakkan bibirku pelan tanpa suara.

Aidan mulai menggerakkan bibirnya ‘Ma-sih la-ma?’

‘Se-ben-tar la-gi’ aku medekatkan kedua telapak tanganku seperti orang yang sedang meminta maaf ‘ma-af’ kubilang.

Aidan hanya menganggukan kepalanya tanda mengerti. Aku mengembalikan pandanganku pada canvas di depanku. Kemudian aku tersenyum. Dan bahkan aku tidak begitu mengerti kenapa aku tersenyum.

Beberapa saat kemudian Pak Burhan mengakhiri kegiatan club hari ini. Setelah berbicara sebentar dengan teman-temanku, aku berpamitan pada mereka dan melangkah keluar.

Lihat selengkapnya