Kota Hujan
POV: May (alias Marry El Rose)
Langkah pelan menyusuri tanah yang retak.
Tak ada suara. Tak ada kabut yang menari-nari di langit kelabu.
Hanya ada terik matahari yang membakar, mengiris tanah yang dulu konon penuh kesuburan—Kota Hujan, kota yang pernah diagungkan sebagai legenda kelembapan surgawi.
Kini, yang terlihat di mata perempuan itu hanyalah kesunyian... mengering.
Bangkai sapi, domba, dan babi membusuk di pinggir jalan.
Baunya menyengat—bukan hanya bau kematian, melainkan bau harapan yang telah lama membeku dan membusuk dimakan waktu.
May—begitulah ia dikenal sekarang.
Seorang pengembara tanpa nama, dengan wajah tak mencolok, rambut hitam legam, jubah tua penuh debu dan jarak.
Ia tak mirip siapa pun. Dan justru karena itulah, ia luput dari pandangan semua orang.
Ia bukan penyelamat. Bukan penebus.
Itu bukan harapan.
Itu mata. Ia adalah keseimbangan dosa.
Dan dunia tak pernah tahu bahwa mata itu... suatu hari nanti akan menjadi akhir dari semua doa.
May melangkah lebih dalam ke jantung kota.
Semakin dalam ia masuk, semakin ia melihat kehidupan yang hanya bertahan karena belum mati.
Wajah-wajah pucat.
Mata kosong.
Tubuh-tubuh muda merana karena lapar.
Anak-anak menangis dalam diam, mulut mereka kering, tangan kurus mereka mencengkeram perut yang telah lama lupa betapa kenyangnya mereka.
Di sudut jalan, seorang ibu muda menggendong bayinya yang menangis.
"Tenanglah... tenanglah... hujan akan segera turun... dewa hujan akan menjawab,"
bisiknya—meskipun tubuhnya tak lagi memproduksi ASI, dan hanya tulang-tulang yang tersisa untuk menopang doanya.
May menatap. Datar. Tenang. Dingin.
Tanpa emosi.
Lalu ia melanjutkan perjalanannya.
Karena simpati tak akan mendatangkan hujan.
—
Kuil Hujan
Di pusat kota berdiri sebuah bangunan besar nan megah: Kuil Hujan.
Dindingnya retak. Pilar-pilarnya menghitam.
Namun di sanalah semua harapan terkumpul dan terbelenggu—dalam bentuk persembahan dan ratapan.
May melangkah masuk, tanpa suara.
Tak seorang pun memperhatikan.
Tempat itu ramai.
Puluhan orang bersujud, menangis, membenturkan kepala ke lantai batu.