zondag 11.9.1904
Ini hari kelima aku berada di rumah sakit ini. Dokter Bauer memintaku menulis buku harian sebagai terapi, tapi aku sudah lama tidak menulis buku harian. Jadi aku bingung harus menulis apa.
Rosalie memandang deretan kata yang baru saja ia toreh pada buku, tapi kemudian ujung tirai tipis yang tersibak angin menyita perhatiannya. Ia mendongak dan menemukan jendela kamar rawatnya masih terbuka lebar. Ah, dia lalai. Seharusnya jendela sudah tertutup sejak matahari terbenam, tapi sekarang ... Perempuan itu melirik jam yang tertempel di dinding sebelah almari ... nyaris jam delapan?
Ia menghela napas dalam-dalam. Rupanya sudah lebih dari dua jam ia tepekur di meja tulis dan baru dua kalimat yang baru ditulisnya.
Buku harian bersampul kulit cokelat lekas disimpan ke laci meja. Tanpa menutup jendela, ia beranjak menuju peraduan.
Selama beberapa waktu Rosalie mencoba terpejam, tapi seperti malam-malam sebelumnya, kantuk tak kunjung datang meskipun telah berbagai cara ia lakukan. Tidak apa-apa. Menurutnya berdiam diri sambil menatap langit-langit kamar lebih baik dibanding harus mengalami mimpi buruk yang kerap menerornya beberapa waktu ke belakang.
Jika mimpi buruk itu datang, dia akan kehilangan diri. Laksana domba tersesat di malam badai bersalju; kesepian, ketakutan, kedinginan. Tidak ada yang bisa menjanjikan apatah ia bisa melihat matahari esok hari. Yang tersisa buatnya hanyalah dua pilihan: kematian dalam beku atau taring tajam.
maandag 12.9.1904
Sama seperti kemarin, dokter memerintahkanku menulis lagi. Karena tidak tahu apa yang harus aku tulis, aku bertanya pada Zuster Van der Hofstadt. Perawat penjaga paviliun kamarku itu mengatakan aku bisa menulis apapun. Aku boleh menulis hal-hal yang kulihat atau yang kurasakan. Aku juga bisa menulis hal-hal apa yang kualami dan kulewati seharian ini.
Rosalie mengecek kembali tulisannya. Terselip sedikit rasa tidak puas, tapi ia meyakinkan diri untuk untuk terus melanjutkan.
Yang kurasakan? Apa yang kurasakan? Aku juga tidak mengerti. Aku hanya merasakan lelah sepanjang hari. Aku hanya ingin tidur.
dinsdag 13.9.1904
Aku ingin segera sembuh dan pulang. Aku rindu rumah.
Gerakan tangan Rosalie mendadak berhenti.
Rumah, ya?
Ia tidak tahu apakah Pieter mau menerimanya kembali setelah ia mencelakai bayi laki-laki yang baru genap tiga bulan ia lahirkan.