Mawar Derana, Arum Lara

Anisha Dayu
Chapter #2

Seekor burung di tangan bernilai dua burung di semak-semak

vrijdag 23.09.1904

Aku sebenarnya kurang menyukai kaldu sapi yang selalu ada di tiap makanan yang diberikan rumah sakit ini.

Rosalie berhenti menulis setelah mendengar pintunya diketuk dari luar. Saat mengecek, ia begitu terkejut karena kehadiran Zuster Van der Hofstadt di depan pintu. Ini sudah jam sembilan dan biasanya kehidupan di rumah sakit ini terhenti usai makan malam. Semua pintu kamar dikunci oleh para penjaga. Tidak ada yang akan datang berkunjung, sekali pun itu perawat. Pintu kamar baru akan dibuka saat pagi untuk mengantarkan sarapan dan mematikan lampu. Terkadang, suasana semacam itu membuatnya tercekik, tapi ia harus menahan semua itu demi kesembuhan diri.

“Apa yang membawamu ke sini, Zuster?” tanyanya bingung.

Zuster Van der Hofstadt tersenyum hingga kerutan di ujung kedua matanya seumpama kaki gagak. “Aku membawakanmu obat,” katanya sembari menunjukkan nampan kayu yang dibawanya. Di atas nampan itu ada segelas penuh air bersama gelas kecil berisi beberapa butir obat.

Rosalie mengernyit. “Bukankah aku sudah meninumnya setelah makan malam tadi?”

“Obat baru untukmu. Dokter Bauer yang khusus meresepkan ini atas saran dari kawan sejawatnya dari Holland.” Perawat itu memberikan dua butir tablet kepadanya bersama segelas air.

Rosalie menerima obat itu tanpa banyak bertanya lalu menenggaknya dalam satu tarikan napas.

“Kau sedang menulis buku harianmu?”

Rosalie mengerling meja marmer di sebelah ranjang. “Ya, tapi aku belum menyelesaikannya,” jawabnya sebelum memberikan kembali gelas kosong pada Zuster Van der Hofstadt.

“Baiklah. Kau bisa melanjutkan tulisanmu,” katanya. Sebelum pergi, perawat itu bertanya apakah dirinya butuh bantuan untuk menyisir rambut, tapi Rosalie menolaknya dengan halus. Ia meyakinkan bahwa dirinya bisa melakukannya sendiri sebelum tidur nanti.

Setelah pintu kamar tertutup, Rosalie merasa sedikit mengantuk, tetapi dirinya tidak boleh tidur sebelum menyelesaikan tulisannya. Masih ada yang ingin ia tuangkan ke dalam buku hariannya. Sekuat tenaga ia berusaha untuk tetap terjaga ditemani nyala lampu minyak porselen yang sengaja ia bawa dari rumah.

Zuster berkata kalau kaldu adalah salah satu obat yang sangat bagus untuk kondisiku selain garam besi. Jadi, tidak apa-apa. Aku akan meminumnya sampai habis demi kesembuhanku.

Aku juga mendapat obat lain malam ini. Semoga dengan ini, aku bisa kembali ke sedia kala.

Rosalie menguap lebar. Dia merasa malu pada diri sendiri karena bertindak tidak sesuai etika, tapi mau bagaimana lagi, kantuk yang datang sangat hebat. Dia yakin ini pasti pengaruh obat baru yang diberikan Dokter Bauer padanya.

zaterdag 24.09.1904

Sesuai jadwal, siang ini dr. Bauer datang berkunjung. Aku sudah tahu salah satu pertanyaan yang akan ditanyakan dr. Bauer saat melakukan terapi padaku adalah mengenai histeriaku tempo hari.

Untuk sesaat Rosalie terdiam. Ia membaca sekali lagi tulisannya dan dengan segera ia merobek lembaran buku hariannya yang baru itu tulis tadi.

Tidak. Perasaan aneh yang tiba-tiba timbul ini mungkin hanya pengaruh dari histeria yang dideritanya. Ia yakin itu. Usai menyimpan lembaran kertas itu di bawah bantal, ia pun mengulang tulisannya.

Sesuai jadwal, siang ini dr. Bauer datang berkunjung. Sama seperti biasa, Dokter Bauer menanyaiku banyak hal.

Hari ini udara agak dingin sehingga aku benar-benar membutuhkan selimut untuk tetap hangat sepanjang hari.

Lihat selengkapnya