donderdag 29.09.1904
Semalam aku memimpikan perjalananku ke Batavia bersama Dirk.
Rosalie meletakkan penanya. Aneh sekali. Kenapa dia tiba-tiba memimpikan itu? Mungkinkah dia merindukan Dirk?
Senyum seketika terbit di wajah Rosalie. Layaknya terlepas dari ikatan korset yang membelenggu sepanjang hari; begitulah perasaannya sekarang. Tanpa berpikir dua kali ia mengambil tumpukan kertas dari dalam laci lalu menumpahkan segala hal yang ia ingin ceritakan kepada pemuda itu. Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit baginya untuk memenuhi dua carik kertas dengan goresan tinta. Dirinya sendiri terkejut bagaimana kata-kata mengalir begitu saja dari pikirannya. Ia pun mendengkus geli setelah membaca ulang apa yang telah dia tulis.
Puas dengan isi surat itu, ia menyimpan dua carik kertas tersebut ke dalam selipan halaman belakang buku hariannya.
“Sedang apa kau di sana, Dirk?” gumam Rosalie. Pandangannya mengawang-awang pada jendela yang daun pintunya masih terbuka setengah. Dari balik gorden tipis yang melambai-lambai tertiup angin, ia bisa menyaksikan sinar keemasan matahari senja.
Perempuan itu lantas beranjak dari meja tulis, lantas membuka lebar daun jendela yang tertutup untuk menikmati sepoi angin. Udara sore hari ini tidak terlalu dingin, jadi ketika angin membelai kulitnya, terasa sangat menyenangkan.
Sayang, kesenangannya itu harus terhenti seketika karena rasa gatal yang menyerang kulitnya. Rosalie mendengkus. Terus terang, meskipun ada banyak hal yang ia suka dari Batavia, ada satu yang selalu membuatnya jengkel, yaitu dengung dan gigitan nyamuk. Dengan berat hati ia menutup jendela dan temenung sejenak, haruskah ia menutup gordennya juga? Sesungguhnya sebagai orang Belanda ia tidak terbiasa dengan adanya gorden yang melapisi jendela, tapi Dirk pernah berpesan gorden ini bisa menjadi pelindung tambahan dari serangan nyamuk yang menjengkelkan.
Sekembalinya ke meja, ia baru menyadari dirinya baru menulis satu kalimat. Dengan senyuman yang masih terukir di wajah, ia pun melanjutkan.
Pada hari di mana aku pertama kali menginjakkan kaki di Batavia, di sanalah aku mengalami masalah besar yang akhirnya mempertemukanku dengan Pieter.
Bolehkah aku bersyukur atas kejadian itu? Aku tahu, Dirk akan mengamuk kalau ia tahu pemikiranku ini.
Rosalie tertawa kecil kala menutup buku hariannya. Ia segera mematikan lampu dan kemudian naik ke pembaringan. Satu hari lagi yang ia lewati tanpa hambatan. Ia berdoa semoga hari-hari seperti ini akan terus datang sehingga waktunya di rumah sakit ini akan cepat berakhir.
vrijdag 30.09.1904
Zuster memutuskan tinggal lebih lama di kamarku siang tadi setelah menyelesaikan tugasnya mengantar makanan. Dia mengajakku bicara banyak hal, terutama tentang kejadian-kejadian yang terjadi di luar rumah sakit.
Zuster begitu bersemangat menceritakan jika kemarin adalah hari pertandingan final kompetisi sepak bola di Batavia. Ia juga berkata ia sangat cemburu dengan kawan-kawan sejawatnya yang bertugas di rumah sakit-rumah sakit Batavia karena mereka bisa menyaksikan pertandingan, sedangkan dirinya hanya bisa mengikuti pertandingan dari berita di koran. Sayang, jarak antara Buitenzorg1 dan Batavia sangat jauh. Aku tahu itu.
Rosalie seketika terkikik kecil. Dia teringat bahwa dirinya pun gemar sekali menyaksikan pertandingan sepak bola. Terima kasih pada Dirk yang mengenalkannya pada olahraga itu.