Mawar Derana, Arum Lara

Anisha Dayu
Chapter #20

Bak anjing terjepit pagar

Arum tersentak bangun dan bernapas terengah-engah. Keringat membasahi pelipis. Kenangan kelam yang tak ingin dia ingat kembali menghantui. Ia merasa bak anjing terjepit pagar. Bagaimana ia bisa melupakan masa lalunya jika ingatan itu selalu menerornya tiap malam? Lebih-lebih salah seorang yang paling bertanggung jawab pada traumanya terus berada di sisinya sepanjang waktu.

Selama beberapa saat ia terpaku. Matanya mengelilingi ruangan. Rupanya ia masih berada di kamar anak majikannya. Apakah dia tertidur ketika menyusui dan lupa memindahkan bayi itu ke boksnya? Menurut Pieter, ranjang di kamar ini dulunya diperuntukkan untuk Rosalie beristirahat saat menyusui dan sebuah boks bayi yang digunakan untuk tempat tidur Arne.

Perempuan itu kemudian tertawa kencang. Saking kencangnya ia tak peduli jika urat dalam lehernya putus dan ia mati. Memangnya sejak kapan ia takut mati? Ia telah merasakan dua kali keguguran, tertikam pisau, serta proses melahirkan menyakitkan yang kesemuanya nyaris merenggut nyawa. Kurang apa lagi? Sudah bagus ia tak menelan seraup jarum atau gantung diri.

Pelan-pelan ia berguling ke kanan dan meringis. Luka tusukan pisau bertahun-tahun lalu masih terasa sampai sekarang. Bekas jahitan parut yang tertinggal di kulit itu telah menjadi bagian darinya. Luka itu adalah harga yang harus ia bayar agar dirinya terlepas dari jeratan orang-orang keparat yang memperlakukannya seperti binatang ternak.

“Ma ... ma ....”

Arne yang terbaring di sampingnya tengah asyik menendang-nendang udara dan berceloteh dengan mulut penuh bekas asi. Perempuan itu mendengkus lalu menyentil telinga si bayi.

“Bajingan kecil. Mengapa kau tidak bilang kalau kau sudah bangun? Anak pintar. Kau tidak menangis tadi?” katanya setengah jengkel, setengah geli. Bayinya yang ia tinggalkan di Lasem pasti telah sebesar ini. Dia tahu mungkin ada banyak orang yang akan menghakiminya, mencela, dan mengatakan dirinya adalah perempuan paling biadab. Bagaimana bisa seorang ibu menjadikan darah dagingnya sendiri sebagai alat balas dendam? Bisa. Tak ada yang tak mungkin dilakukan dunia penuh ketidakwarasan ini? Ia adalah contohnya.

Jikalau ditanya apakah dia menyesal? Tidak sama sekali. Ia justru lega.

Arum mengelus pipi Arne yang putih kemerah-merahan. Kasihan sekali. Sekecil ini ia harus menghadapi kenyataan ibunya gila dan hampir membunuhnya. Ia berharap semoga di kehidupan selanjutnya bayi itu akan mendapatkan orang tua yang bisa menyayanginya sampai tua.

Ia kemudian merapikan payudaranya yang keluar dari kebaya sebelum bangkit dari kasur. Jarum jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Sudah waktunya ia memandikan bajingan kecil ini. Setelahnya dia akan menyusui di ruang tamu sampai Pieter selesai sarapan. Usai sarapan, bersama Arne, ia biasanya akan mengantar sang tuan sampai gerbang. Oh, betapa bahagia kehidupannya jika dari awal dia yang berada di posisi Rosalie. Tetapi sekarang dialah yang berperan menggantikan perempuan totok itu dan ia yakin sebentar lagi akan memiliki posisi itu secara sah.

“Arum.” Pieter memanggil.

Arum buru-buru berdiri. Dalam gendongannya Arne menggeliat dan merengek kecil karena dirinya yang bergerak tiba-tiba. “Ada yang bisa kubantu, Tuan?” tanyanya dengan bahasa Belanda.

Pieter berkacak pinggang, lalu menunjuk set meja kerjanya yang terletak di depan kamar utama. “Di mana tasku yang kemarin kusimpan di sini?” ujarnya dengan bahasa Melayu.

“Maaf, Tuan. Tapi Tuan semalam meletakkan tas itu di samping lemari hias di ruang makan. Bukan di sana. Apa perlu kuambilkan?” Arum tetap bersikeras berbicara dengan bahasa Belanda pada Pieter, meski sang majikan enggan bercakap-cakap dengannya menggunakan bahasa tersebut.

“Diam di sana. Biar aku saja yang mengambilnya,” ucap si tuan, yang pada akhirnya menggunakan bahasa Belanda. Arum tersenyum puas.

Pieter muncul tak lama kemudian membawa tas yang dimaksud. Saat melintasi meja ruang tamu, lelaki itu mengernyit melihat jambangan di meja dengan tatapan yang tak bisa Arum baca maksudnya. “Kau yang merangkai bunga ini?”

Lihat selengkapnya