Mawar Hitam Asyifani-

Ikhsan Ardiansyah
Chapter #7

Welcome to Jakarta

Pesawat dengan kode penerbangan QR954 mendarat sempurna di bandara Internasional Sukarno-Hatta.

 

Selamat datang di kota Jakarta. Kota terbesar sekaligus Ibukota negara Republik Indonesia.

 

Tujuh belas tahun tinggal di luar negeri membuat Raffi merasa asing di negeri sendiri. Betapa tidak, untuk kali kedua ia menginjakkan kaki di tanah kelahiran kedua orang tuanya setelah sekian tahun lamanya. Dulu, ia sempat tinggal di Indonesia selama tiga tahun. Kala itu ia berusia sekitar sembilan sampai dua belas tahun.

 

"Apa kamu akan tetap tinggal di pesawat, Raffi?" tanya Raffa yang sejak tadi berdiri dengan kesal menunggu adiknya yang tak kunjung beranjang dari tempat duduk.

 

Dengan ekspresi tanpa rasa bersalah, Raffi mengedarkan pandangan. Sepi. Semua penumpang sudah tidak ada. Tinggal mereka berdua. Raffi nyengir sembari menggaruk kepala yang tidak gatal.

 

"Kamu ngelamunin apa? Ayo turun!"

 

"Iya iya bos. Galak amat."

 

***

 

Macet. Satu kata yang tidak pernah lepas dari kota metropolitan satu ini. Upaya pemerintah sudah dilakukan guna mengurai kemacetan. Tetap saja, kemacetan di kota Jakarta masih saja belum sepenuhnya teratasi. 

 

Sudah setengah jam mobil yang aku dan Kak Raffa tumpangi, jalan di tempat. Sesekali merambat seperti siput yang sedang berjalan.

 

Aku membuka kaca jendela. Melihat pemadangan di luar sana.

 

Wajah kota Jakarta banyak mengalami perubahan dari masa ke masa. Aku terkejut melihat perkembangannya yang semakin maju. Aku bahkan merasa seperti tidak sedang berada di Jakarta. Dulu tidak semodern ini. Sekarang? Sungguh luar biasa menakjubkan. 

 

“Kita akan tinggal di mana, Kak?” tanyaku pada Kak Raffa.

 

“Kakak sudah menyewa apartemen di dekat kampusmu.” Kak Raffa menunjukkan foto kamar apartemen melalui layar gawainya. “bagus, kan?”

 

“Wah viewnya keren.”

 

Sejenak aku memandang wajah Kak Raffa. Terlihat tampak lelah dan kusut. Dia terlalu sibuk mengurusiku sampai lupa untuk mengurus dirinya sendiri. beruntung, Kakak memilih wajah yang tampan. Siapapun tidak akan mengira kalau usia Kakak memasuki kepala tiga. Dan siapapun tidak akan mengira bahwa usia kami terpaut sembilan tahun.

Lihat selengkapnya