“Mahasiswa baru, ya?” tanya seorang laki-laki bertubuh gempal yang duduk di sebelahku.
Aku mengangguk sebagai jawaban. Bagaimana dia tahu?
“Sama aku juga. Kenalin, namaku Vio,” laki-laki bernama Vio ini mengulurkan tangan.
Aku menerima uluran tangan darinya. Bersalaman. “Raffi.”
“Ngomong-ngomong kamu ambil jurusan apa?”
“Hubungan Internasional.”
“Wah… kita satu jurusan. Tapi kok waktu ospek aku tidak melihatmu, ya?”
“Aku izin. Sakit.” kujawab dengan sesingkat-singkatnya.
Mulut Vio membulat. Kemudian dia mengeluarkan gawai dari saku celana. “Boleh aku minta nomormu? Di sini tidak banyak teman yang aku kenal.”
“Boleh,” kataku lalu mengeluarkan gawai dari dalam tas.
Kami bertukar nomor telepon. Obrolan pun berlanjut.
Oktavio Bima Putra Anggara, nama lengkapnya. Pemuda berambut cepak itu berasal dari Malang, Jawa Timur. Dia kuliah di universitas ternama ini, melalui jalur bidikmisi. Perjuangannya untuk bisa sampai di Jakarta sungguh luar biasa. Sempat kecopetan hingga tidur di stasiun. Beruntung ada bapak-bapak yang menolongnya. Bahkan, Bapak-bapak tersebut menawarikan untuk tinggal di rumahnya.
Sementara itu, tidak banyak yang aku ceritakan padanya. Jujur, aku paling malas berbicara dengan orang yang baru kenal.
***
Hari pertama masuk kelas. Banyak mata tertuju padaku. Entahlah, apakah aku terlihat aneh di mata mereka? Atau memang aku ini aneh?
Aku tipikal orang yang cuek, tapi kalau diperhatikan seperti itu, jadi tidak nyaman.
“Kenapa cewek-cewek menatapku seperti itu, ya?” bisikku pada Vio yang duduk di kursi sebelahku.
“Kamu enggak sadar, kamu itu ganteng, Bro. Beda sama aku. Apalagi dengan penampilanmu seperti ini, kayak aktor Turki, tau!”
Aku membeo. Refleks aku memerhatikan penampilanku sendiri. Memakai baju kurta berbahan cotton warna hijau tua selaras dengan sorban keffiyeh shemagh berwarna senada.
Apa fashionku ini yang membuat berbeda dibanding dengan cowok lain? Perasaanku biasa saja. Aku memang suka berpakaian seperti ini selama tinggal di Turki. Berbeda sekali dengan kakakku yang fashionable dan wajahnya pun jauh lebih ganteng kebule-bulean, bertubuh atletis, pintar pula. Idaman kaum hawa.
“Eh jangan-jangan kamu keturunan orang Turki, ya, Bro?”
Aku hanya tersenyum tipis menanggapi ocehan Vio.
Tak berapa lama, seorang pria paru baya masuk ke ruang kelas. Memperkenalkan diri sebagai Dosen Teori Hubungan Internasonal. Jam mata kuliah pertama dimulai.
***