Mawar Hitam Asyifani-

Ikhsan Ardiansyah
Chapter #9

Chapter tanpa judul #9

Hari ini adalah hari pertama Raffi kuliah. Saya senang sekali dengan perubahan Raffi. Dia jauh lebih aktif dari sebelumnya. Setidaknya, dia punya semangat hidup. Dan, yang paling penting, mau melanjutkan pendidikannya seperti yang diamanahkan almarhum kedua orang tua kami. Walau dalam hati saya masih mengganjal, kenapa Raffi memutuskan untuk kuliah di Jakarta padahal di luar sana, kebanyakan anak seusia Raffi bercita-cita kuliah di luar negeri. Sementara dia sendiri yang memiliki banyak peluang, memiliki kuliah di Indonesia. Padahal di Turki, banyak kampus ternama. Bahkan menurut kabar yang saya baca, ada sekitar 2.573 mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Turki dan tersebar di 14 wilayah. 

 

Kami sudah lama tinggal di luar negeri dan sudah terbiasa dengan budaya dan adat di sana. Apalagi keluarga kami tinggalnya berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain mengikuti pekerjaan almarhum Papa. terakhir, saya dan Raffi menetap di Turki sepeninggal Papa dan Mama.

 

Dulu, Waktu almarhum Papa pindah tugas di Indonesia pun dan berkantor di Jakarta, Raffi kecil tinggal di Bogor. Ketika itu, saya menempuh pendidikan kedokteran di Singapore.

 

Jalanan yang saya lalui cukup legang. Tidak seperti pagi tadi yang macet. Jakarta memang terkenal dengan kemacetannya.

 

Tak berapa lama, mobil yang saya kendarai memasuki area kampus. Kata Raffi, dia menunggu di taman dekat parkiran. Oke, saya meluncur ke parkiran sembari menghubunginya. Tak diangkat. Lalu saya coba lagi. Diangkat.

 

“Halo, Raffi. Kakak sudah sampai di parkiran, kamu di sebelah mana?” tanya saya sembari keluar dari dalam mobil.

 

“Ini Kakaknya Raffi ya?” terdengar suara perempuan, membuat saya terkejut hingga menjauhkan handphone dari telinga. 

 

“ Kamu siapa? Kenapa hp adik saya ada padamu?”

 

“Itu tak penting. Kakak cepat ke sini, taman sebelah utara parkir mobil. Raffi pingsan!”

 

“Apa? Raffi pingsan? Bagaimana bisa? Baik saya segera ke sana.”

 

Saya benar-benar terkejut. 30 menit yang lalu Raffi membalas pesan saya dalam keadaan baik. Ah sudahlah. Keselamatan Raffi jauh lebih penting. Raffi, kamu kenapa?

 

Mata saya mengarah pada kerumunan yang tak jauh dari mobil yang saya parkir. Secepat kilat saya melayang ke tempat itu. Menyisir kerumunan dan mendapati Raffi terbaring di kursi panjang. Seketika saya peluk tubuhnya.

 

“Ada apa dengan adik saya?” tanya saya pada seseorang. Entah pada siapa.

 

“Tadi dia mengeluh dadanya sakit. Lalu tiba-tiba dia pingsan." Terdengar suara perempuan. Saya menyapu pandang, mencari sumber suara. Dan, suara itu berasal dari perempuan berhijab yang berdiri tepat di belakang saya.

 

“Jadi kamu yang tadi mengangkat telepon adik saya?”

 

Perempuan itu mengangguk.

 

“Tolong bantu saya membawa Raffi ke mobil,” pinta saya pada orang-orang yang berkerumul mengelilingi.

 

Beberapa pemuda membantu saya menggotong Raffi. Sementara perempuan berhijab itu membantu membawakan tas Raffi.

 

“Kak, aku boleh ikut? Aku Vio, teman sekelas Raffi,” kata pemuda bertubuh gempal usai membantu saya memasukkan Raffi ke dalam mobil. 

 

Sebelumnya, saya mengucap terima kasih pada beberapa mahasiswa yang tadi membantu saya menggotong Raffi sampai ke mobil. 

 

“Baiklah. Kalau begitu ikut saya ke rumah sakit,” kata saya pada Vio.  

 

Setelah Vio masuk mobil, pandangan saya kemudian beralih pada perempuan berhijab yang membawa tas Raffi. Dia melihat saya sampai tak berkedip. Apa ada yang salah sampai dia menatap saya seperti itu?

 

Saya menyapu udara di depan wajahnya. “Hai, kenapa kamu melihat saya seperti itu?”

 

“Oh ya maaf, Kak. Ini barang-barang adik Kakak,” kata Perempuan itu tergeragap.

 

Belum sempat saya mengucap terima kasih, perempuan berparas cantik itu menyerahkan tas dan handphone Raffi lalu buru-buru pergi. Ada apa dengan dia? Sikapnya aneh sekali.

 

Sudahlah. Saya tidak boleh menunda waktu hanya untuk memikirkan perempuan berhijab itu. Raffi harus segera dilarikan ke rumah sakit. Kalau nanti bertemu dia lagi, saya akan membalas budi baiknya.

Lihat selengkapnya