Mawar Hitam Di Tepi Jurang

Arroyyan Dwi Andini
Chapter #2

Impian Televisi

Apa yang biasa dilakukan orang untuk membunuh rasa lelah dan jemu? Mungkin sebagian orang memilih untuk jalan-jalan, ke pusat-pusat perbelanjaan atau ke mall.

Tapi membersamai wajah ini, tidak mungkin aku pergi ke tempat keramaian dengan tenang bin senang. Karana tempat itu membuatku terasing dengan tatapan aneh disertai bibir yang sedikit miring.

Wahai diriku, puaslah dengan hanya berada dirumah. Karena di luar banyak butiran-butiran debu yang akan membuatmu pilu. Tajam mata-mata itu akan menggores wajahmu hingga semakin buruk. Melukai hatimu hingga percaya dirimu makin terpuruk. Bacalah buku atau menonton televisi lebih baik untuk menghibur hati. Kata hatiku merana.

Ku putuskan hari minggu ini untuk menonton TV saja. Tapi tidak ada stasiun yang menayangkan program hiburan bermutu.

Sampai mataku menatap sebuah iklan yang sebenarnya sudah sering kulihat. Iklan kosmetik yang dulu aku tidak pernah tertarik. Model iklan itu mirip bu Riska. Ah.. Bu Riska mungkin dia sekarang sedang menikmati hari minggu bersama dengan laki-laki ganteng yang sering menjemputnya itu.

Lihatlah, model iklan itu bertubuh super mulus dengan wajah super cantik. Aku ingin sekali mempunyai wajah dan tubuh seperti itu. Aku sampai tidak memindahkan saluran TV untuk menunggu iklan itu muncul lagi.

Lihat, iklan itu menjanjikan sebuah produk kosmetik pemutih dan pencerah wajah yang di sebut Protect Cream. Dijanjikan produk itu bekerja dalam tujuh hari. Ya, hanya tujuh hari maka wajah akan putih cerah! Wahai teman sebayaku, apakah engkau percaya iklan itu? Sebenarnya aku pun tidak percaya. Penuh tipu daya. Tapi sepertinya kali ini iklan itu berhasil memikatku.

Tapi, bukankah selama ini aku berkeyakinan bahwa tidak ada satu produk mana pun yang mampu merubah wajahku? Kenapa aku sekarang ingin terbang meraih produk itu?

Ah tidak! Aku tidak akan melelahkan diri untuk mencoba produk pemutih atau pencerah wajah. Tidak akan ada hasilnya! Tapi bukankah mencoba itu tidak salah? Iklan televisi itu mempengaruhiku seperti setan mempengaruhi adam dan hawa untuk memakan buah khuldi. Begitu Adam dan Hawa terpengaruh seketika itu mereka terlempar dari surga. Sudahlah Raswa, terimalah keburukan wajahmu dengan ikhlas!

Ku matikan televisi, lalu aku menyibukkan diri menyiapkan materi untuk mengajar besok.

Hari ini aku agak kesiangan. Terburu-buru aku turun dari angkot, lalu berlari kecil menuju gerbang sekolah. Di depan gerbang, berhenti mobil yang sering menjemput bu Riska. Aku perhatikan, pintu mobil perlahan terbuka. Lalu laki-laki tampan itu keluar.

”Pagi Bu, benarkah ibu mengajar di sini?” tanya laki-laki itu dengan logat huruf ’R’ yang tidak sempurna.

”Pagi, ya saya guru disini, ada perlu apa?” aku mencoba sewajar mungkin menjawab pertanyaannya. Ku lihat dia menatapku dengan tatapan yang biasa saja. Bukan tatapan mencela.

”Ini surat izin sakit dari dokter untuk bu Riska. Dia sakit, mungkin beberapa hari ini tidak mengajar,” dia memberi penjelasan masih dengan penyebutan huruf R yang khas.

”Baiklah, nanti saya sampaikan,” kataku sambil meraih surat yang dia sodorkan.

Lihat selengkapnya