Mawar Hitam Di Tepi Jurang

Arroyyan Dwi Andini
Chapter #3

Wajahku Sayang, Wajahku Malang

Jadwalku mengajar hari ini di kelas tiga, dengan bahasan rumus empiris. Materi yang cukup berat untuk anak-anak. Terutama anak-anak yang kurang bisa menggunakan logika berhitung. Perlu perjuangan lebih untuk membuat mereka mengerti akan materi ini. Jadi, demi anak didikku, aku tetap berangkat mengajar.

Mencoba menutupi bercak di wajahku dengan bedak yang agak tebal. Namun ternyata tidak berhasil. Wajahku malah seakan menjadi tiga warna. Hitam warna kulit, coklat warna bedak dan bercak putih. Ya Tuhan.. Bagaimana ini?! Aku terdiam di depan cermin. Akhirnya, ku bersihkan saja wajahku, lalu berangkat mengajar tanpa bedak.

”Pagi bu bangiiir,” sapa Jono yang tak pernah absen mengejekku.

”Pagi,” jawabku sekenanya.

”Waah, muka bu bangir kenapa? Ha... ha... ha... bu bangir salah kosmetik ya? Ha... ha... ha...” Jono berlalu sambil tertawa terpingkal–pingkal yang di paksakan.

Aku menghela nafas panjang. Mencoba melegakan sesak yang menyerang. Mencoba membangun percaya diri dari sisa-sisa ego seorang guru, dimana guru tidak akan lemah atas perlakuan muridnya.

Namun ternyata tidak hanya sampai disitu, di depan ruang guru Jono menungguku dengan senyum mengejek.

”Bu bangir, kalau mau cantik sebaiknya oprasi plastik saja. Dirumah, saya punya banyak kantong plastik dan ember. Jangan khawatir, gratis! Ha.. ha..” ejek Jono semakin menjadi.

 ”Jono!!!” tegur pak Ringgo dengan suara keras menggelegar.

Dia muncul dari dalam ruang guru sambil memasang wajah angker.

 ”Kata-katamu itu tidak pantas! Kamu pikir, kamu itu orang paling ganteng di dunia? Sampai kamu mengejek bu Raswa seperti itu? Ayo minta maaf!” marah pak Ringgo.

Tapi Jono tidak mendengarkan. Dia mengambil langkah seribu meninggalkan jejak-jejak pedih di hatiku.

Ya Tuhan, mengapa kau amanahi aku murid seperti Jono?

”Sudahlah bu Raswa, anak–anak memang kadang kurang ajar. Anggap angin lalu saja,” nasehat pak Ringgo.

”Tapi sepertinya angin itu tidak mau berlalu pak. Bahkan menjelma menjadi badai yang siap merubuhkan harga diri,” ucapku sedih.

”Ah bu Raswa. Orang bilang badai pasti berlalu, Ada apa dengan wajah ibu? Ibu alergi sesuatu?” tanya pak Ringgo.

”Apa wajah saya terlihat sangat menyeramkan, pak Ringo?” aku balik bertanya.

Pak Ringgo diam sejenak.

Lihat selengkapnya