Kalau kau bisa mempunyai kemampuan magis, kau ingin apa? Kalau Maw sudah pasti ia ingin kekuatan membunuh waktu. Sederhananya, mempercepat waktu. Akan menyenangkan jika seminggu bisa diubah jadi sedetik. Dan saat ini Maw benar-benar perlu membunuh beberapa belas menit sebelum pelajaran hari ini dimulai. Rasanya menit-menit itu berjalan seperti siput, menggeserkan perutnya semili demi semili. Jangan salah paham, Maw bukannya tidak sabar ingin belajar, ia hanya tidak suka dengan kecanggungan ini. Sedari ia dan Luna duduk, tidak satupun dari mereka bicara. Mereka hanya duduk dengan punggung tegak sekaku papan, pandangan lurus ke papan tulis, dan mengunci mulut. Posisi dua murid yang siap belajar, tapi sungguh tak siap bergaul.
Maw melirik kawan semejanya. Luna terlihat sama sekali tidak terganggu oleh kesunyian yang mencekik leher ini. ia sangat tenang dan diam. Kontras sekali jika dibandingkan Maw yang tidak bisa berhenti memijit-mijit ibu jari—kebiasaannya kalau gugup. Karena tidak tahan lagi, Maw angkat suara, “Nama belakangmu ... eh ... agak unik ya?”
Senyum lebar mengembang di wajah bulat Luna. Senyum itu benar-benar lebar sampai wajahnya seakan terbelah dua.
“Lafayette? Semua anak pertama di keluargaku harus dinamai itu untuk menghormati almarhum kakek buyutku, Marquis de Lafayette. Namanya aneh, ya? Maklum kakekku orang Prancis.”
Maw melongo.