Michael membenci tanggal 14 Februari. Bukan karena ia termasuk barisan pria sinis yang anti-romantismeājustru sebaliknya. Ia membencinya karena setiap Hari Valentine, ia merasa tertekan secara eksistensial untuk menjadi sempurna.
Ia adalah anak tunggal yang tumbuh di tengah pecahan. Bukan pecahan kaca, melainkan pecahan janji. Ia menyaksikan secara langsung bagaimana ikrar cinta orang tuanya membusuk menjadi sarkasme dan pertengkaran dingin, yang berpuncak pada perpisahan yang pahit. Dari masa kecilnya yang penuh gejolak emosi, Michael belajar satu pelajaran fundamental yang menyakitkan: Stabilitas adalah fiksi, kecuali kau membangunnya sendiri.
Michael, si anak broken home yang hatinya selembut sutra hanya untuk Tia, kini berdiri di lobi kantornya, kemejanya terasa dingin dan kaku di balik mantel tebalnya. Ia baru saja menyelesaikan shift lembur di Distrik Finansial. Lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar angkuh, tetapi tidak bisa menghangatkan udara yang menusuk tulang. Di luar, salju tipis mulai turun, menutupi aspal dengan lapisan putih yang cepat berubah menjadi lumpur dingin.
Ia memeriksa jam tangan digitalnya. Pukul 22:00.
"Sial," bisiknya, mengeluarkan kabut tebal yang langsung hilang ditiup angin malam. Semua toko bunga utama pasti sudah menutup rapat pintunya.
Michael merasa cemas di titik yang hampir membuat kakinya lemas. Ia harus mendapatkan mawar. Ia harus mendapatkan Mawar Merah yang sempurna.
Tahun lalu, karena kesibukan yang sama, ia hanya bisa memberikan cokelat biasa, dan meskipun Tia tersenyum dan berkata, "Ini sudah lebih dari cukup, Michael," Michael tahu itu tidak benar. Mata Tia, yang selalu jujur, menunjukkan sedikit kilatan kecewa. Itu bukanlah kekecewaan karena hadiah, melainkan kekecewaan karena Michael gagal menjalankan "ritual" mereka. Mawar Merah bukan sekadar bunga; itu adalah "Tanda Kesempurnaan," sebuah bukti nyata dari usaha Michael untuk menjaga stabilitas dan romansa mereka, sebuah upaya untuk melawan trauma masa lalunya. Mawar adalah janji yang ia bawa dari luar, sebelum Tia.
Michael mengencangkan syalnya. Ia harus cepat. Kegagalan malam ini bukan hanya berarti ia akan mengecewakan Tia, tetapi lebih dari itu, itu akan menjadi konfirmasi internal bahwa ia, sama seperti orang tuanya, ditakdirkan untuk menghancurkan apa yang ia cintai.
Michael mulai berjalan cepat menuju stasiun metro, tetapi kemudian ia mengubah arah. Ia ingat ada kios bunga kecil milik seorang kakek tua, beberapa blok dari sini. Kios itu biasanya buka hingga tengah malam saat ada acara khusus. Ini adalah satu-satunya kesempatan yang tersisa.
Sambil melangkah, Michael membiarkan ingatannya tentang Tia mengambil alih. Tia adalah satu-satunya. Ia adalah satu-satunya wanita yang Michael ajak bertemu orang tuanya yang berceraiāsebuah tindakan yang bagi Michael adalah ikrar tak terucapkan bahwa Tia adalah masa depannya. Ia ingat ibunya, yang melihat Tia dengan tatapan penuh harap, dan ayahnya, yang entah kenapa, tampak damai saat Tia menceritakan tentang studinya di asrama.