Ini adalah harapan yang ia pegang teguh dan selalu di jaga dalam hubungannya dengan Tia, upaya terakhir untuk menjaga fondasi cinta yang ia anggap lebih penting dari segalanya.
"Berapa, Kek?" tanya Michael, suaranya pelan dan penuh hormat saat berbicara dengan Kakek Kyo.
"Untuk yang satu itu, harganya mahal," jawab Kakek Ryo, matanya menyipit, seolah sedang menguji ketulusan Michael. "Sangat mahal."
Michael mengangguk, segera mengeluarkan dompet. "Berapa pun. Saya harus memilikinya."
Kakek Ryo tertawa kecil. "Bukan uang yang mahal, Nak. Tapi janji yang kau bawa. Bunga ini pantas untuk janji yang jujur." Ia kemudian menyebutkan harga yang wajar.
Michael membayar, tangannya gemetar saat ia menerima mawar itu yang dibungkus kertas tebal berwarna cokelat. Ia menyentuh kelopaknya. Terasa sangat dingin—Dinginnya malam, Dinginnya salju—tetapi keindahan itu terasa nyata.
"Jagalah, Nak," pesan Kakek Ryo sambil menatap Michael dalam-dalam. "Mawar merah ini sangat rentan, tetapi juga sangat kuat. Seperti cinta."
Michael mengangguk, mengantongi kembaliannya. "Terima kasih banyak, Kek. Anda menyelamatkan hidup saya malam ini."