Mawar Merah Di Genggaman Terakhir

Valen Pahlintias
Chapter #6

Monokrom Duka

Enam Bulan Setelah Tragedi.

Dunia Tia kini beroperasi dalam skala abu-abu, sebuah filter tebal yang ia paksakan pada kenyataan. Setelah mengurung Mawar Merah di loteng, Tia berhasil mengusir Michael dari dunianya, tidak dalam artian melupakan, tetapi dengan cara mengurung kenangan indah mereka di belakang palang trauma. Hidupnya menjadi latihan ketat dalam pengendalian, sebuah upaya sia-sia untuk mengembalikan waktu.


Aturan Baru Monokrom:

Warna merah adalah musuh. Itu adalah bahasa visual yang mengkhianati janji, simbol yang membawa Michael kepada kematian. Setiap kali ia melihat iklan bunga di halte bus, setiap kali ia melihat lipstik merah cerah pada wanita yang lewat, atau bahkan lampu rem mobil yang terlalu terang di malam hari, jantungnya berdebar kencang. Itu adalah pengingat visual yang kejam akan noda di aspal, akan kelopak yang kaku di genggaman Michael. Ia selalu menghindar, memalingkan wajah, atau bahkan berjalan memutar, menempuh jalur yang jauh dan melelahkan, hanya demi menghindari pemandangan itu.

Pilihan pakaiannya tidak pernah berubah: hitam, abu-abu, atau beige. Ini adalah seragam kesedihan dan isolasi. Ia menolak warna yang hidup, karena warna hidup menuntut gairah, dan gairah adalah yang menyebabkan Michael terburu-buru. Dalam monokrom, Tia merasa aman, terpisah dari risiko emosional dan tuntutan dunia luar.


Ritual Kebencian dan Penyesalan:

Salah satu rutinitas terbarunya adalah menghindari semua tempat yang berhubungan dengan kebahagiaan mereka atau faktor kecelakaan. Ia telah berhenti menggunakan kereta api, alat transportasi yang menjadi saksi pertemuan dan ikrar awal mereka. Dulu, stasiun adalah gerbang menuju Tia; kini, itu adalah gerbang menuju neraka pribadinya. Ia kini memilih bus, rute yang lebih lambat dan jauh, hanya untuk menghindari bayangan Michael yang tersenyum saat menunggunya di peron.

Michael yang dulu menjadi alasannya untuk tetap terhubung dengan spiritualitas (meskipun ia sendiri tidak begitu religius), kini telah menjadi alasan Tia meninggalkan gereja. Tia merasa munafik jika memohon kedamaian di tempat di mana ia telah membawa kutukan keterlambatannya sendiri.

• Obsesi Waktu: Ia tidak hanya membuang jam dinding; ia mengembangkan obsesi yang terbalik terhadap waktu. Setiap malam, pukul 22:50, ia harus terjaga. Ia akan berdiri di dekat jendela apartemen mereka, menatap persimpangan yang kini telah diperbaiki dan tampak normal, seolah-olah tidak ada yang pernah terjadi di sana. Ia tidak menangis. Ia hanya berdiri, menghitung detiknya. Ia menjalani kembali sepuluh menit terakhir Michael, membayangkan lari putus asa Michael di trotoar. Setelah jam 22:50 berlalu dan dia masih hidup—masih bernapas, masih merasakan dingin—ia akan merasakan gelombang rasa bersalah baru yang menenggelamkannya. Ia hidup karena Michael mati. Itu adalah perhitungannya yang kejam.

Lihat selengkapnya