Satu Tahun dan Satu Minggu Setelah Epifani Loteng.
Langit di atas Pemakaman Kota cerah, meskipun udara musim gugur terasa sejuk dan membawa janji akan salju pertama. Tia berdiri di depan batu nisan Michael. Ini bukanlah Hari Valentine yang dingin, bukan hari yang penuh keharusan. Hari ini adalah hari Kamis biasa, satu tahun dan satu minggu setelah ia membebaskan Mawar Merah menjadi debu di taman.
Tia tidak lagi hidup dalam monokrom. Ia mengenakan mantel berwarna burgundy lembut—warna merah yang hangat dan dalam, bukan merah pekat yang kejam. Ia tidak menghindari jam dinding; ia kini menghargai waktu, tetapi tidak tunduk padanya. Ia telah memenangkan kembali waktunya.
Dulu, mengunjungi tempat ini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca emosional. Sekarang, tempat ini terasa sunyi, damai, dan penuh memori yang hangat.
Ia meletakkan buket bunga di samping batu nisan Michael. Bukan mawar merah. Ia membawa bunga Cala Lily putih—simbol keindahan yang damai, ketulusan hati, dan keutuhan. Bunga yang menuntut kesederhanaan, bukan kesempurnaan yang mematikan.
"Hai, Sayang," bisik Tia, tangannya menyentuh ukiran nama Michael yang kini terasa lebih hangat daripada batu. "Aku minta maaf aku butuh waktu lama untuk datang pada mu. Aku butuh waktu lama untuk datang tanpa merasa bersalah."
Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara dingin membersihkan paru-parunya.
Perjalanan Satu Tahun:
Tia mulai bercerita. Ia menceritakan bagaimana ia akhirnya mengumpulkan keberanian untuk menghubungi orang tua Michael, tidak untuk meminta maaf, tetapi untuk berbagi. Mereka telah menghabiskan satu sore yang panjang, tertawa dan menangis, menceritakan kembali kenangan Michael yang konyol—bagaimana Michael pernah membakar pancake saat mencoba membuat sarapan kejutan, bagaimana Michael selalu panik sebelum ujian, bagaimana Michael selalu membutuhkan pengakuan.
Melalui cerita-cerita itu, Tia menyadari bahwa semua kelembutan Michael disertai dengan kerapuhan yang sama. Tia belajar menerima Michael seutuhnya, termasuk ketakutannya yang akut terhadap kegagalan janji.
"Aku sudah membuang kotaknya, Michael," lanjut Tia, suaranya kini mantap. "Mawar itu... sudah tiada. Ia bebas. Dan aku juga bebas."
Tia menceritakan pekerjaannya. Ia tetap ambisius, tetapi kini ia menetapkan batasan. Ia menolak meeting larut malam yang tidak perlu. Ia memprioritaskan istirahat. Ia menyadari bahwa Michael tidak mati karena pekerjaan, tetapi karena Michael ingin membuktikan bahwa ia bisa mengendalikan waktu di luar pekerjaan yang menghancurkan Tia. Sekarang, Tia mengendalikan waktu untuk mereka berdua.
Ia juga bercerita tentang Reno. Ia menceritakan tentang kunjungan yang pahit itu.
"Aku tidak bisa memaafkan Reno sampai aku memaafkan diriku, Michael. Tapi sekarang aku bisa. Kami berdua adalah korban dari terlalu terburu-buru. Aku harap dia juga menemukan kedamaian," katanya.