Mawar Merah Di Genggaman Terakhir

Valen Pahlintias
Chapter #14

Kios Yang Berdebu (Warisan Yang Bernapas)

Malam itu, di dalam gudang tua di belakang bioskop Jalan Veteran, waktu seolah-olah berhenti berdetak. Tia masih berlutut di depan silinder kaca yang memancarkan pendar cahaya biru pucat dari sistem filtrasi air nutrisinya. Di dalamnya, Mawar Merah itu berdiri tegak, kelopaknya yang tebal dan berwarna merah anggur tampak menantang hukum alam. Suara Michael dari kaset tua itu masih terngiang-di telinganya, sebuah gema dari masa lalu yang kini terasa begitu nyata dan hangat.


Tia menyadari bahwa sebutan "Kios yang Berdebu" bukan hanya merujuk pada tempat fisik Kakek Ryo yang sudah rata dengan tanah, melainkan pada bagian dari hatinya yang selama ini ia biarkan tertutup debu duka dan penolakan. Kini, debu itu telah tersapu bersih oleh keajaiban teknologi dan cinta yang ditinggalkan Michael.


Ia berdiri perlahan, persendiannya terasa kaku. Ia mendekati silinder itu dan menyentuh kacanya yang dingin. Di bawah pencahayaan yang dirancang khusus, ia melihat detail kecil yang tidak ia sadari sebelumnya. Di dasar silinder, terdapat sebuah plakat perunggu kecil yang tertanam dalam media tanam sintetis.


"Untuk Tia: Karena Cinta Tidak Mengenal Detik Nol."


Tia tersenyum melalui air matanya. Michael telah menggunakan setiap pengetahuan botani yang ia curi-curi pelajari dari Kakek Ryo dan setiap keping uang yang ia tabung secara obsesif untuk membangun instalasi ini. Ini adalah prototipe sistem cryo-preservation nabati yang sangat maju untuk masanya, sebuah bukti bahwa Michael bukan hanya seorang yang emosional, tetapi juga seorang visioner yang ingin membuktikan bahwa keindahan bisa melampaui kematian fisik.


Menelusuri Kios yang Hilang.


Tia tahu ia tidak bisa membiarkan mawar ini tetap berada di gudang gelap ini selamanya. Status cagar budaya bangunan ini mungkin melindunginya untuk saat ini, tetapi masa depan selalu tidak pasti. Namun, sebelum ia memindahkan "jantung" Michael ini, ia merasa perlu untuk melakukan satu hal lagi: ia harus benar-benar menelusuri jejak fisik terakhir dari kios Kakek Ryo yang sekarang sudah menjadi minimarket.


Keesokan paginya, dengan energi baru yang belum pernah ia rasakan selama sepuluh tahun terakhir, Tia kembali ke lokasi minimarket di pusat kota. Ia tidak lagi melihat tempat itu sebagai nisan bagi kenangan buruknya. Kali ini, ia membawa buku catatan biru tua milik Michael.


Ia masuk ke dalam minimarket yang bising dengan suara mesin kasir dan musik pop yang ceria. Ia berjalan ke bagian paling belakang, tepat di mana Kakek Ryo dulu biasanya menyimpan stok mawar merahnya yang paling istimewa. Di sana, di balik rak minuman dingin, ia melihat sebuah pilar beton besar yang menopang gedung perkantoran di atasnya.


Tia mendekati pilar itu. Ia meraba permukaannya yang kasar. Di bagian bawah pilar, tersembunyi oleh tumpukan kardus kosong, ia menemukan sesuatu. Sebuah ukiran kecil, sangat tipis, yang dibuat dengan pisau saku atau paku.


M + T = ∞


Ukiran itu sudah hampir pudar, tergerus oleh waktu dan konstruksi, tetapi masih ada di sana. Michael pasti membuatnya di malam-malam ketika ia belajar dari Kakek Ryo, di saat-saat ia sedang menantikan Tia pulang dari asrama atau kantor. Ini adalah "Kios yang Berdebu" yang sebenarnya—jejak fisik dari seorang pria yang mencintai dengan seluruh keberadaannya di tengah kota yang tidak pernah peduli.


Tia mengambil ponselnya dan memotret ukiran itu. Baginya, ini adalah tanda penutup. Kios itu mungkin sudah hilang, digantikan oleh semen dan baja, tetapi janji yang dibuat di sana telah bermigrasi ke dalam silinder kaca di gudang Jalan Veteran, dan kini, ia siap membawanya pulang.


Lihat selengkapnya