Meskipun mawar abadi itu telah dipindahkan ke rumah kaca baru di halaman rumah Tia, bayangan tentang gudang tua di Jalan Veteran masih membekas di benak Tia. Ada sesuatu yang mengganjal—sebuah perasaan bahwa Michael, dengan segala kerumitannya, tidak mungkin hanya meninggalkan satu silinder kaca. Di dalam foto polaroid yang pudar itu, Michael berdiri di depan sebuah pintu kayu jati, namun di belakangnya, dalam bayangan yang hampir gelap total, terdapat siluet pintu lain. Sebuah pintu besi kecil yang tidak menonjol, yang hampir terlewatkan oleh Tia saat ia pertama kali menemukan mawar itu.
Rasa penasaran itu seperti duri kecil yang menusuk-nusuk kesadarannya. Tia tahu ia harus kembali sekali lagi sebelum kontrak sewa gudang itu benar-benar berakhir dan bangunan itu dikosongkan untuk restorasi cagar budaya. Ia tidak ingin meninggalkan satu pun kepingan Michael yang mungkin masih tertinggal di sana.
Maka, tanpa memberitahu Adrian—bukan karena ingin berahasia, tapi karena ia merasa ini adalah perjalanan yang harus ia selesaikan sendiri sebagai bentuk perpisahan terakhir—Tia kembali ke kota lama.
Kembali ke Kedalaman...
Kota lama menyambutnya dengan kabut tipis dan bau aspal basah. Jalan Veteran tampak lebih sunyi dari biasanya. Tia melangkah menyusuri gang di belakang bioskop tua, kunci kuningan ganda masih tergantung di lehernya. Ia membuka pintu kayu jati utama. Gudang itu kini terasa luas dan hampa tanpa pendar cahaya biru dari silinder mawar. Debu-debu beterbangan di bawah sinar matahari yang masuk melalui atap kaca.
Tia berjalan menuju sudut paling belakang, tempat yang dulu tersembunyi di balik bayangan silinder. Ia menyalakan senter kuat yang ia bawa. Cahaya senter itu menyapu dinding bata merah yang lembap, hingga akhirnya berhenti pada sebuah objek yang ia cari: Pintu Besi Kecil.
Pintu itu tertutup rapat, berkarat di pinggirannya, tanpa lubang kunci yang terlihat. Hanya ada sebuah tuas kecil yang tersembunyi di balik tumpukan kain kanvas tua yang sudah membusuk. Dengan tenaga yang tersisa, Tia menarik tuas itu. Suara logam beradu dengan logam terdengar kasar, memecah keheningan gudang yang pengap.
Pintu itu terbuka perlahan, menyingkap sebuah ruangan kecil—semacam ruang bawah tanah atau bungker kecil yang sejuk.
Tia melangkah masuk. Ruangan itu tidak luas, mungkin hanya seukuran kamar mandi kecil, tetapi di dalamnya terdapat rak-rak kayu yang dipenuhi dengan arsip, foto, dan kaset-kaset rekaman. Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja kerja kecil dengan lampu minyak yang sudah kering dan tumpukan surat yang belum sempat dikirim.
Ini adalah "pusat saraf" dari proyek Michael. Tempat di mana ia menghabiskan malam-malamnya untuk merancang keabadian.
Dokumentasi Penantian