Hari ini Fathi akan pulang, meskipun masih ada program fisioterapi yang akan dia jalankan. Dia memilih rawat jalan dan dokter menyetujui itu setelah beberapa kali bujukan. Aku mengusulkan perawat pribadi untuknya dan Bang Raka juga setuju.
Selesai mengurus administrasi, aku berniat ikut mengantarnya pulang. Aku tau ini bukan waktu yang tepat untuk menemuinya dalam kondisi terakhir aku dan ibunya sangat tidak stabil. Semalam aku tak kesini, dan aku akan sangat menyesal kalau hari juga akan terlewatkan. Bersama Bang Raka, Gilang juga Gia aku berdiri, menunggu seseorang yan seharusnya tak berada di atas kursi roda. Aku mengutuk diri. .
Perihal Gilang, hmmm…aku tidak memberikan kepastian apa-apa. Kecewaku pada seorang pria sudah sangat larut dan rasanya mustahil untuk detik ini aku membuka hati untuk orang lain. Tak patut memang kalau aku menerima Gilang sementara hatiku sama sekali tak ada untuknya.
Dalam situasi seperti ini, tatapan ibu itu selalu saja menjadi tatapan terkejam padaku. Dia melihat anaknya, bergantian padaku lagi. Tangan dan kakiku mendingin. Jantung berdegup kencang waktu dia tak mau berhenti memandangku. Lagi, mereka semua yang ada di tempat ini diam tak bersuara. Menambah kesan buruk dalam hatiku bahwa aku akan dihakimi habis-habisan di tengah mereka semua.
Ketika wanita itu melangkahkan kakinya, memilih meninggalkan anaknya di sana aku memicing ketakutan. Aku berusaha ikhlas jika dia ingin menamparku lagi. Menyebutkan kesalahanku sebanyak yang dia mau juga tak masalah. Aku harus siap menerimanya.