MAX. 25 TAHUN

Ara Segara
Chapter #12

Adalah Kebenarannya

Lima tahun lalu.

Rahang tajam dengan garis wajah lembut itu tampak sangat gelisah. Ombo mulai frustrasi dengan dirinya sendiri, sebab ia masih saja bergulat dengan skripsinya yang masih berputar-putar di bab satu. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa banyak sekali revisi yang diberikan dosen pembimbingnya di bab satu skripsi miliknya, padahal mahasiswa lain sudah mulai menulis bab dua skripsi mereka.

Saat melangkah memasuki kantin dan melihat kekasihnya sedang duduk sendirian sambil memasang wajah lesu, Kiara langsung menghampiri Ombo. Ia memeluk kekasihnya dari belakang. Cukup lama. Hingga mampu membuat senyuman di wajah Ombo merekah bak bunga baru mekar.

“Aku nggak akan ngelepas pelukan ini sampai kamu ucapin kata-kata ajaibnya.”

They can do it, you can do it, so I can do it!

Kiara tersenyum lebar, lalu melepaskan pelukan dan duduk di samping Ombo.

“Revisi lagi, ya?”

Ombo memasang mulut cemberut sambil mengangguk, kemudian ia menyandarkan kepala ke bahu Kiara.

Sikap manja Ombo ini menjadi kesenangan tersendiri baginya, sebab Ombo memiliki gengsi yang tinggi dan tidak akan pernah menunjukkan sisi manjanya terhadap sembarang orang. Kiara mengusap kepala Ombo sambil tersenyum, “Kamu tuh harus banyak-banyak sabar. Semua orang yang skripsian juga ngerasain hal yang sama, kok.”

Spontan Ombo mengangkat kepalanya dan menatap Kiara, “Tapi, kamu enggak. Kamu udah nulis bab dua. Terus, si Jordi yang kuliahnya kelihatan main-main aja udah mulai nulis bab dua. Masa aku yang lebih pinter dan lebih rajin dari dia, masih stuck di bab satu? Nggak adil.”

“Sayang, kamu tuh nggak bisa menganggap semua hal di dunia ini adalah perlombaan dan menganggap semua orang itu kompetitor. Kamu tuh—”

“Tapi, proses aku tuh selalu lebih lambat kalau dibandingin sama orang-orang, sayang. Padahal aku ngerasa udah berusaha semaksimal mungkin,” sela Ombo ngotot.

Kiara tersenyum lembut sambil memandangi wajah Ombo sejenak sebelum menanggapi, “Kalau gitu berhenti membandingkan diri kamu sama orang lain. Nggak ada yang terlambat dan nggak ada yang kecepetan, karena kita semua nggak janjian lewat jalan yang sama buat sampe ke tujuan kita. It’s okay, sayang. Aku yakin kamu bisa, dan kita bakal menyelesaikannya di waktu yang bersamaan, kok.”

Ombo menyipitkan matanya. “Kok, kamu bisa seyakin itu?”

“Karena… they can do it, you can do it, so I can do it!” jawab Kiara bersemangat.

Begitu kata-kata ajaib itu terucap, Ombo tidak bisa menahan senyuman. Jika ada Kiara di sampingnya, rasanya ia bisa melalui apa pun dengan percaya diri.

Mendadak ponsel Kiara berbunyi. Sontak Kiara langsung mengecek ponselnya. Tak sampai tiga detik, raut wajahnya berubah menjadi tegang.

“Bentar, ya. Aku angkat telepon dulu. Penting.”

Ombo mengangguk. Melihat Kiara menjauh darinya saat mengangkat telepon, sama sekali tidak membuat Ombo curiga. Ia kelihatan tidak terganggu dan sangat menaruh rasa percaya yang begitu besar kepada Kiara. Satu-satunya hal yang mengganggunya saat ini hanyalah skripsinya.

 

***

 

Keesokan hari, Kiara meminta Jordi untuk menemuinya saat jam makan siang di rooftop kampus. Menyadari ada hal serius yang terjadi pada Kiara melalui suaranya di telepon, Jordi memutuskan untuk datang lebih awal, meskipun tahu bahwa pertemuan mereka sama sekali tidak diketahui oleh Ombo.

Melihat Jordi sudah menunggunya, Kiara menarik napas dalam-dalam seperti sedang mengumpulkan keberanian. Tak lama, ia berjalan menghampiri Jordi.

“Hai, Jo. Sorry, bikin kamu nunggu,” sapa Kiara sambil memasang senyuman.

“Hai. It’s okay, kok,” sahut Jordi dengan canggung.

“Ombo nggak tahu kita ketemuan, ‘kan?” tanya Kiara memastikan.

Jordi menggeleng, “Enggak, kok. Sebenernya ada apa, Ra? Kenapa kita ketemuan diem-diem gini?”

Kiara tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak seolah ada keraguan besar dalam dirinya.

“Kiara, are you okay? Kamu nggak hamil, ‘kan? Mmm… sorry, maksudku—”

“Aku boleh pinjem uang nggak, Jo?” potong Kiara cepat, tanpa basa-basi.

“Hah?” Jordi tampak bingung, “Kamu mau pinjem uang ke aku? Pinjem uang buat apa, Ra?”

“Ini soal Kemal, Jo.”

“Kemal… adik kamu, ‘kan? Emangnya dia kenapa?”

Kiara menghela napas berat. “Ada penyumbatan di jantung adik aku, dan itu udah parah. Dokter bilang, satu-satunya cara buat menyelamatkannya cuma dengan pasang ring jantung. Pas aku tanya berapa biayanya, ternyata mahal banget,” ujarnya dengan wajah muram.

“Sabar, ya,” Kemal menepuk bahu Kiara sambil memasang wajah iba. “Emangnya biayanya berapa, Ra?”

“Sekitar 80 juta,” jawab Kiara.

“Hah?” Jordi tampak terkejut.

Lihat selengkapnya