Maya

sukadmadji
Chapter #1

Di Balik Tirai Sempurna

Maya berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap pemandangan kota Surabaya yang sibuk. Dia mengenakan blazer hitam yang sesuai dengan sosoknya, wajahnya didekorasi dengan riasan minimalis yang menekankan kecantikan alami. Namun, di balik senyumannya yang menawan, tersimpan luka mendalam akibat perceraian yang mengubah hidupnya.


"Maya, apakah kita sudah mendapatkan kabar terbaru dari pemasok?" Tanya Lia, asisten pribadinya Maya, sambil masuk ke dalam ruangan.


Maya berpaling dan memandang wajah Lia asisten pribadinya dengan tersenyum.


"Belum, tapi kita tidak bisa menunggu terus. Segera hubungi mereka dan pastikan kita mengikuti jadwal pengiriman. Kita tidak bisa membiarkan pelanggan kita menunggu." Suaranya tegas, tetapi tetap menunjukkan kepedulian.


"Baik, Bu bos. Saya akan segera menghubungi mereka," jawab Rina dengan bibir tersenyum, dia mencatat instruksi Maya dengan cepat.


Maya kembali menatap keluar, mengenang momen-momen indah yang pernah dia lalui sebelum perceraian. Sebuah ketukan lembut di pintu menarik perhatiannya.


Tok ... Tok... Tok ...!


"Masuk!"

Perintahnya, sebelum karyawan tersebut sempat mengetuk lagi.


Hendro, Manajer Pemasaran, melangkah masuk dengan wajah yang tampak gelisah.


"Bu Maya, kita perlu diskusi tentang strategi pemasaran untuk produk baru kita," ucapnya sambil merapikan dasinya.


Maya mengangguk, gestur sederhana yang menunjukkan bahwa dia siap untuk mendengarkan.


"Jelaskan apa yang Anda pikirkan, pak Hendro."


"Saya berpikir kita harus memanfaatkan media sosial lebih agresif. Generasi muda saat ini sangat terhubung secara online, dan kita harus merangkul itu," kata Hendro, terlihat antusias.


"Saya setuju," jawab Maya, mengalihkan perhatian dari jendela ke arah Hendro. "Namun, kita juga harus memikirkan anggaran yang ada. Pastikan semua pengeluaran sesuai dengan rencana."


Maya menekankan pentingnya disiplin dalam pengelolaan anggaran.


"Tentu, Bu. Saya akan menyusun proposal dan mempresentasikannya pada rapat berikutnya," katanya, sambil tampak lebih percaya diri.


"Bagus. Setiap ide harus didasarkan pada data, jadi pastikan untuk mencantumkan statistik yang mendukung. Kita harus memberi alasan yang kuat untuk setiap keputusan yang kita buat," Maya menambahkan, suaranya mencerminkan kewibawaan dan kepemimpinan yang kuat.


Mereka terus berdiskusi, Maya memberikan masukan tajam dan kritik konstruktif, memastikan setiap langkah yang diambil untuk perusahaan tidak hanya tepat, tetapi juga strategis. Suasana di ruangan itu penuh semangat, dan Maya selalu berusaha untuk membawa timnya menuju kesuksesan.


Setelah selesai berdiskusi, Hendro keluar, meninggalkan Maya sendiri lagi. Dia menghela napas, berusaha menyingkirkan ingatan menyakitkan tentang masa lalu. Dalam hatinya, tidak ingin dirinya terus terpuruk, yakin bahwa dia mesti bangkit demi Ying, putri tercintanya.


Maya menatap foto Ying yang menghiasi meja kerjanya. "Satu hari nanti, sayang, Ibu akan menemukan kebahagiaan lagi," bisiknya. Dengan tekad yang membara, Maya kembali fokus pada pekerjaan karena itulah yang dilakukannya terbaik.



**Momen Santai di Kafe**


Di tengah kesibukannya sebagai CEO, Maya selalu meluangkan waktu untuk makan siang di kafe kecil yang tak jauh dari perusahaannya, Kedai kopi Aroma. Tempat itu selalu ramai dengan pengunjung, namun kehangatan suasananya membuat Maya merasa betah. Begitu dia memasuki kedai, aroma kopi yang baru diseduh menyambutnya, dan senyuman lebar menghampiri dari arah belakang meja kasir.


"Mbak Maya...! Akhirnya sampean datang lagi ke sini? Rasanya kafe ini sudah seperti rumah kedua bagimu," seru Astri, pemilik kafe, dengan wajah berseri.


Maya tertawa ringan, "Iya, Hesti. Kamu tahu sendiri, suasana di sini selalu membuatku lebih baik. Gimana kabar kamu?"


Maya mendekati Astri, memberi pelukan hangat yang membuktikan kedekatan mereka.


"Alhamdulillah, baik-baik saja. Beberapa pelanggan baru datang, jadi saya sibuk sedikit belakangan ini. Tapi senang kalau kamu datang. Apa kali ini mau pesan menu spesial saya?" Astri menawarkan, tatapannya penuh harapan.


"Tentu! Aku butuh sesuatu yang enak untuk menambah energi. Jadi, apa rekomendasimu hari ini?" Maya bertanya sambil melirik menu yang ada di tangan.


Hesti mulai menggerakkan tangannya menggambarkan hidangan.


"Kalau menurutku, kamu harus coba pasta carbonara dengan ayam panggang yang baru saja kami tambahkan. Sangat lezat! Dan jangan lupa memesan cappuccino, itu adalah spesial di sini!”


Maya mengangguk setuju, "Pas deh! Aku pesan dua porsi ya, satu untuk aku dan satu untuk kamu. Kita bisa makan sama-sama seperti biasanya."


Astri tersenyum, "Baiklah, akanku siapkan."


Setelah memesan, mereka berdua duduk di meja yang selalu menjadi favorit Maya, di dekat jendela yang memudahkan mereka untuk berbincang. Suasananya penuh gelak tawa dan candaan, terputus hanya oleh suara pengunjung lainnya yang menyapa.


"Mbak, aku ingin tahu, bagaimana proyek terbaru di perusahaan? Apa kabar mengenai produk baru yang kalian luncurkan?" Astri menanyakan dengan penuh ketertarikan.


"Oh, sedikit menantang. Kami sedang berjuang untuk menyelesaikan beberapa detail terakhir. Tapi, aku yakin semuanya akan berjalan lancar. Lagipula, aku kerja keras untuk memastikan Ying tidak merasa kesepian!" Maya menjawab sambil tersenyum. Hesti mengangguk, paham akan tanggung jawab Maya sebagai ibu dan CEO.


"Mengurus perusahaan dan anak memang tidak mudah, ya? Kau hebat, Maya. Kadang aku merasa kamu lebih dari sekadar teman, seperti kakak atau mentor bagiku," Astri berkata tulus.


Maya tersipu dan tertawa.

"Kamu pun seperti adikku, Hesti. Kadang aku merasa sangat beruntung bisa memiliki sahabat sepertimu di sini. Ketulusanmu membuatku merasa lebih baik."


Menghargai dan saling mendukung, obrolan mereka tidak berhenti di situ. Hesti menceritakan tentang kehidupan sehari-harinya, mulai dari tantangan dalam memimpin kedai hingga kebahagiaan menerima pelanggan baru.


Maya juga dengan antusias memberitahu Astri tentang setiap kemajuan di perusahaannya, utamanya yang berkaitan dengan pengembangan produk.


Ketika makanan mereka tiba, Hesti meminta Maya untuk berhenti sejenak dan melihat-lihat waiters lain yang membawa hidangan itu.


"Sekarang, silakan nikmati! Dan ingat, saya tidak pernah lelah mengingatkan bahwa kita selalu punya satu sama lain!" Ucap Astri dengan semangat.


Maya menyantap makanannya sambil tersenyum,"Tidak pernah akan kulupakan. Terima kasih, Astri. Makan siang ini benar-benar menghibur hati.”

Lihat selengkapnya