Maya di Langit

Sellia
Chapter #7

Oscar yang Malang

“Aku bawa kejutan untukmu!” Seru Maya. 

“Oh ya? Apa?” tanya Kerala. 

Maya mengeluarkan dua buah bekal. “Nenek membuat ini untuk kita!”

“Wah!” Seru Kerala. Ia tersenyum lebar  saat menerima kotak bekalnya. “Nenekmu baik sekali. Terima kasih banyak!”

“Sama-sama.”

“Wah, nasi goreng, udang goreng dan acar! Sudah lama aku tidak makan udang goreng!” Kerala menggigit udang renyah itu. Kriuk-kriuk.  “Gorengan memang enak!”

Maya tersenyum. Ia juga menggigit udang gorengnya.

“Kamu beruntung bisa makan seenak ini tiap hari.”

“Tapi…dulu aku suka kelaparan karena uang jajanku sedikit. Aku bukan orang kaya di Mughat.”

“Ha? Kakek dan nenekmu termasuk orang kaya di Solumi. Tapi kamu hidup miskin di kota?”

“Aku juga baru tahu.  Aku tidak mengerti kenapa mama tidak pernah bilang dan memilih tinggal di Mughat,” kata Maya.

“Orang dewasa terlalu banyak rahasia. Bahkan waktu itu mamaku tidak bilang kalau dia sakit parah. Papa juga tidak bilang.”

“Mungkin mereka mengkhawatirkan anak-anaknya,” kata Maya.

“Atau mereka pikir kita hanya anak kecil. Tidak akan mengerti.”

“Siapa yang bilang begitu?”

“Kakak sepupuku. Dia sudah SMA.”

“Begitu ya…” Maya mengangguk-angguk. Ia teringat dengan masalahnya sendiri.

Tiba-tiba Maya menangkap sosok anak laki-laki kurus yang duduk di bangku paling belakang dan di pojok. Ia sedang makan bekalnya sendirian. Anak-anak lainnya yang makan di kelas selalu makan bersama, kecuali anak laki-laki berambut merah itu. 

“Kenapa dia makan sendirian?” tanya Maya.

Kerala memutar badannya, dan melihat sosok yang dimaksud Maya.

“Oh itu Oscar,” kata Kerala. “Sebaiknya kamu tidak usah berurusan sama dia.”

“Kenapa?” tanya Maya.

“Dia sering dirundung. Kalau kamu tidak mau kena masalah, sebaiknya tidak usah dekati dia.”

“Kenapa dia dirundung?” tanya Maya.

“Karena dia suka menjahit.”

“Memangnya kenapa?” Maya tidak mengerti.

“Menjahit itu pekerjaan perempuan Solumi.”

Lihat selengkapnya