Kano menatap isi kotak kaleng itu dengan takjub. Ada banyak miniatur pesawat terbang, potongan halaman bergambar pesawat terbang yang digunting dari majalah, souvenir berbentuk pesawat terbang, peta dunia, dan pernah-pernik lain. Namun dari semua itu yang menarik perhatian Kano adalah 1 buah die cast pesawat terbang, 2 pesawat terbang campuran plastik dan karet, dan 1 buah pesawat terbang dari kayu.
Kano tidak punya koleksi sebanyak itu. Ia hanya punya dua buah mainan pesawat terbang dari plastik, gantungan kunci pesawat terbang yang digantung di tas sekolahnya, tempat minum bergambar pesawat terbang atau baju-baju dengan sablon bergambar pesawat terbang.
Terbesit di hatinya keinginan untuk memiliki semua itu. Padahal sebelumnya ia hanya ingin mendamaikan suasana kelas yang panas.
Kano menutup kaleng itu dan mengambil tasnya yang disimpan di belakang punggungnya. Saat ia menarik tas itu, sekilas ia melihat ke arah Maya dan Oscar.
Bulu kuduknya berdiri saat melihat sorot mata tajam Maya yang sangat menusuk, seakan-akan ia hendak menyerang dan mencabiknya.
Kano menundukkan pandangannya dan buru-buru memasukkan kotak itu ke dalam tas. Pada saat yang sama, Bu Dinaya masuk beberapa menit setelah bel istirahat berbunyi.
“Selamat siang anak-anak!”
“Selamat siang Bu!” Seisi kelas menyapa.
“Ibu ingin mengumumkan bahwa hari ini kita akan pulang lebih cepat, karena para guru harus menghadiri rapat penting,” kata Bu Dinaya di depan kelas.
Pengumuman itu disambut anak-anak kelas enam dengan riuh suka cita.
“Tapi…”
Mereka terdiam menunggu kalimat berikutnya.
“…kita punya waktu sekitar 30 menit ke depan. Jadi kita akan membahas tugas sains minggu lalu.”
Tiba-tiba terdengar suara melenguh seisi kelas.
Maya tidak peduli dengan semua itu. Dua matanya sedang mengawasi gerak-gerik Kano yang menurutnya licik karena mengambil kesempatan dalam kesempitan.
“Maya, apa kamu baik-baik saja?” Tanya Bu Dinaya.
Oscar mengguncang bahu Maya.
“Dipanggil guru.” Bisiknya.
“Ya bu?” ujar Maya.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Bu Dinaya. Penuh perhatian.
Maya terdiam. Ia menoleh pada Oscar. Sebelumnya Oscar menyuruhnya untuk tetap diam dan bersabar. Jangan merebut kotak itu di dalam kelas. Tapi karena Bu Dinaya bertanya, ia jadi berpikir apakah sebaiknya ia melaporkan Kano yang telah mengambil barangnya.
“Bilang kamu baik-baik saja,” bisik Oscar, “orang dewasa tidak bisa menolongmu soal itu.”
Maya mendengarnya.
“Aku baik-baik saja,” kata Maya.
“Baiklah,” kata Bu Dinaya. Ia tersenyum puas. “Baiklah anak-anak, siapa yang mau memberikan jawaban soal nomor satu?”
“Saya Bu!” Kano mengacungkan tangannya.
“Oke Kano, silakan.”
Maya menatap benci saat Kano berdiri dan membacakan jawaban soal tersebut.
“Percayalah padaku. Aku sangat berpengalaman soal ini,” bisik Oscar.“Terus kapan aku bisa mengambil kotaknya?” bisik Maya lagi.
“Kita tunggu saat pulang sekolah,” bisik Oscar.
***
“Kembalikan!” Seru Maya. Ia mencegat Kano di jalan yang sepi. Ia sudah mengikuti Kano sejak dari sekolah dan mengawasinya di kelas dengan sangat sabar. Itu semua ide Oscar.
Kano berhenti ketika melihat Maya mencegatnya dengan wajah marah. Ia lalu melihat ke sekeliling dan menemukan Oscar berdiri tidak jauh di belakangnya. Seakan-akan sedang mengawasi keduanya.