Maya belum pernah naik kereta. Jadi ketika ia melihat sebuah kereta berwarna cokelat dengan garis kuning memanjang dari ujung ke ujung, Maya menjadi sedikit gugup. Jantungnya berdebar-debar. Ia jadi lupa sejenak rasa kesal karena harus pindah rumah.
“Lewat sana. Kita di gerbong ekonomi!” seru Mama. Ia berjalan di depan Maya dengan tergesa-gesa. Maya berlari-lari kecil mengikuti langkah mamanya.
Maya terpana ketika melihat pintu gerbong kereta dan sedikit gugup ketika melangkahkan kakinya pertama kali ke dalam kereta. Di dalam kereta ia melihat lorong panjang dengan bilik-bilik di kanan sedangkan di kiri hanya jendela-jendela lebar dan besar. Pemandangan itu mengingatkannya pada lorong hotel tempat ayahnya bekerja waktu dulu. Hanya saja kondisinya tidak sebagus hotel.
Mama membuka salah satu bilik. Kepala Maya menyembul di belakang Mama. Ia tidak sabar melihat isinya. Ternyata di dalamnya ada kasur bertingkat yang saling berhadapan. Seorang wanita tua duduk di salah satu kasur.
“Permisi,” kata Mama.
Wanita tua berambut putih itu tersenyum dan mempersilakan Mama untuk masuk.
“Halo,” sapa Mama ramah. Ia memilih tempat tidur di seberang tempat tidur milik perempuan tua itu.
“Halo,” balasnya.