Mayat Terakhir

yulisaputra
Chapter #8

Bagian tujuh

Satu jam sebelum kejadian.

Bu Linah mengemasi beberapa barang peninggalan Jen dalam satu karung besar. Sebagian yang dianggapnya tidak akan menimbulkan kecurigaan diletakkan di tempat semula. Ruangan itu terlalu dipenuhi barang yang tidak perlu. Sampai-sampai ada tumpukan benda di sudut. Saat Bu Linah memeriksanya, ternyata itu hanya baju-baju kotor. Padahal semasa hidup, tak pernah sekalipun anak gadisnya membantu pekerjaan rumah. Untuk mencuci baju saja ia hanya perlu bicara.

Tok.tok.tok.

Tiba-tiba, suara ketukan dari luar rumah menghentikan lamunan Bu Linah. Ia meninggalkan pekerjaan beres-beresnya untuk memeriksa. Ya, wanita itu tidak tahu kalau baju yang baru ia sentuh, banyak darah di bagian punggung.

Apa jangan-jangan pengepul barang bekas? Kalau benar, pria itu terlalu awal datang, batin Bu Linah melongok sebentar dari jendela samping rumah. Sial, karena menunduk, si tamu tidak kelihatan. Ia hanya takut saja kalau itu polisi.

“Siapa?” tanya Bu Linah berdiri di balik pintu.

Hening. Suara riuh pedagang asongan terdengar dari kejauhan. Tumben tetangga yang biasanya ribut di emperan teras, tidak terdengar sama sekali. Suasana mendadak setenang makam.

“Mau ambil barang bekas bu. Sampean tadi yang telepone bukan?” Suara serak dengan logat jawa ringan menyahut.

Bu Linah mendadak lega. Paling tidak, beres-beresnya tidak terganggu. Malah bisa lebih cepat kalau pengepul itu mau membantu.

Tak lama, pintu rumah terbuka. Seorang pria lusuh, bertopi hitam terlihat berdiri, mengukir senyum khas pedagang keliling. Itu bukan pengepul yang biasa. Bu Linah yakin mereka belum pernah bertemu. Di sekitaran kompleks, ia hanya kenal satu pengepul saja. Apa temannya?

“Mas Har mana, ya? Tadi dia bilang mau ambil sendiri,” kata Bu Linah urung membuka pintu lebar-lebar.

Parfum pria itu terlalu menyengat untuk orang yang kesehariannya bergelut dengan sampah dan barang bekas. Selain itu, akhir-akhir ini banyak wartawan yang nekad mendapat berita tentang Jen dengan memaksa. Dari tetangga hingga teman media sosial Jen berlomba memberi informasi omong kosong. Bu Linah lelah dan mengabaikan sebagian fitnah.

“Mas Har lagi ngambil kardus di rumah pak RT,” pungkasnya sopan. Bu Linah kehabisan kata-kata.

“Ya udah, masuk mas. Bantuin saya beresin barang, ya? Takut nggak keburu.” Terpaksa Bu Linah mempersilahkan masuk. Tidak mungkin juga disuruh pergi, sudah kepalang tanggung. Menunggu Mas Har hanya akan mengulur waktu.

Lihat selengkapnya