Sehari sebelum kematian Jenar.
Aska mengikuti para seniornya dari belakang. Hari ini mereka akan menemui beberapa tetangga dan melakukan olah TKP ulang di sekitar tempat tinggal Bu Linah. Daftar para saksi sudah di tangan, salah satunya Haryanto atau biasa dipanggil Har, si tukang pulung.
Rumah kecil di sudut komplek milik Haryanto terbilang cukup kumuh. Barang-barang bekas yang ia kumpulkan sehari-hari dibiarkan teronggok bersama sampah rumah tangga. Baunya lumayan menyengat, tapi karena jarak dari rumah terakhir cukup jauh, warga sekitar tidak mempermasalahkannya. Terlebih Haryanto sering mengambil sampah dari dalam got secara sukarela.
“Siang itu, Pak Har ada di warung saya,” kata seorang ibu pemilik warkop pada Aska. Ia datang secara sukarela bersama warga lain yang kebetulan ada di tempatnya waktu itu. Namanya Sarmi, wanita tanggung bertubuh tambun dengan logat Madura ringan.
“Siapa nama ibu?” tanya Rud memberi isyarat pada Aska agar mulai mencatat.
Pak Haryanto terlihat lega karena kedatangan banyak orang yang menguatkan alibinya. Hari itu ia memang ada janji dengan Bu Linah, tapi tiba-tiba saja pak RT menyuruhnya mengangkut sampah daur ulang. Mana tahu kalau ada orang lain yang datang ke sana?
“Besok bapak harus ke kantor polisi, kami butuh pernyataan resmi,” kata Rud menepuk bahu Haryanto yang jauh lebih pendek dari kebanyakan orang. Haryanto mengiyakan lalu keduanya bersalaman.
Selama kurang lebih satu jam, Den, Aska dan Alif berpencar, menanyai beberapa orang di sekitar sana. Sedang Rud pergi ke rumah Bu Linah, memeriksa barang-barang yang belum sempat diambil.
Dari jauh, terlihat seorang berseragam forensik masuk sebelum Rud, dua detektif yang berjaga di depan entah kemana. Begitu di dalam, sosok itu kepergok mengantungi sesuatu ke dalam sakunya.
“Itu apa?” Rud menghadang di depan pintu. Ia tidak diberitahu tentang kedatangan forensik. Tempat itu seharusnya sudah steril sekarang. Baru-baru ini pemilik kontrakan yang ditinggali bu Linah ingin meruntuhkan bangunan itu dalam waktu dekat, jadi tidak ada seorangpun yang diizinkan masuk kecuali polisi.
“Ini hanya sesuatu yang tertinggal. Saya akan melaporkan pada anda nanti,” jawabnya menaikkan masker tinggi-tinggi. Anak baru? Mustahil. Kalau ada mutasi anggota inti, pasti Rud yang diberitahu lebih dulu. Apalagi kasus ini terbilang sensitif.
“Perlihatkan, aku perlu memeriksanya.” Rud perlahan mendekat, mengawasi gerak-gerik pria itu waspada. Siapapun akan curiga kalau tiba-tiba saja ada orang asing di TKP. Terlebih ada kesan tidak kooperatif.