Mayat Terakhir

yulisaputra
Chapter #13

Bagian dua belas

Tak kurang dari dua jam, kawanan detektif bagian kriminal memenuhi TKP. Mereka datang setelah mendapat panggilan dari Aska,si junior tahun pertama. Tentu saja kenyataan kalau mereka pulang lebih awal tidak boleh diketahui atasan. Den, Alif dan Rud, ketiganya segera berlari ke tengah sawah, memburu waktu yang terbuang. Terlihat beberapa warga berdiri dari jauh. Salah satunya adalah saksi yang sedang mencari rumput.

“Namanya Jen, umur 19 tahun. Ini ibu korban sekaligus pelapor,” kata Aska menyambut para seniornya sambil menyodorkan notes berisi rincian catatan yang berhasil ia kumpulkan sepanjang perjalanan.

“Apa?” pekik Alif menoleh ke arah bu Linah tak percaya. Wanita paruh umur itu cukup tenang meski melihat anaknya yang mati menggenaskan. Aska pun diam-diam heran, bagaimana bisa ibu korban hanya berdiri sambil mengusap-usap wajahnya tanpa menunjukkan rasa syok.

“As, suruh ibunya ke pinggir. Awasi dia,” bisik Alif melirik Linah dengan pandangan curiga. Aska tak bisa membantah. Tugasnya masih mengurusi hal-hal dasar. Setiap kasus besar, ia belum dilibatkan terlalu dalam. Entah kalau sekarang.

Aska memberi isyarat pada bu Linah agar menjauh lalu bergabung dengan polisi lain. Pria si pencari rumput mengikuti dari belakang sembari menggerutu. Ia terdengar menghawatirkan sapinya kalau-kalau mati kelaparan.

“Apa ada kemungkinan bunuh diri?” tanya Alif kepada Rud yang tengah memasang garis polisi. Ia lalu berjongkok, mengamati tiap hal sedetil mungkin.

“Lihat? Ada bekas cekikan di sini. Apa ada kemungkinan untuk asumsi konyolmu?” timpal Den sinis. Kalau saja Alif tidak pandai bela diri, pria itu benar-benar tidak layak jadi detektif. IQnya setara polisi lalu lintas. Tidak, bahkan ia sulit untuk menghapal rambu-rambu.

Alif tersenyum kecut. Ia sudah terbiasa dengan ucapan Den yang menusuk. Paling tidak, temannya itu tidak pernah mempermalukannya di depan umum.

“Di sini dijelaskan kalau korban mengirim lokasinya satu jam sebelum mayat ditemukan. Tapi, kalau dilihat lagi, ia sudah meninggal paling tidak lima jam lalu.” Rud ikut berjongkok lalu mencocokkan segala hal dengan isi notes Aska.

Dilihat berkali-kalipun, mayat Jen tidak terlalu mengerikan. Wajahnya bersih meski habis dicekik. Polesan bibir juga tatanan rambut seolah sengaja dirapikan sebelum ditinggal pergi. Hal yang paling menarik adalah baju terakhir. Tidak sama dan jelas sekali kalau diganti. Semakin ke bawah, kejanggalan lain kembali muncul. Berbeda dengan wajah, kuku tangan juga kaki si mayat habis dipotongi. Sangat kontras dan menimbulkan banyak asumsi psikologis.

“Den, kenapa tim forensik belum juga datang, ya?” keluh Rud mendadak cemas. Ia tiba-tiba ingat kasus serupa. Lima tahun lalu, ada metode pembunuhan yang dikenal sangat rapi. Tak ada dna, barang bukti atau tersangka. Tahu-tahu saat mayat kesepuluh ditemukan, tak ada lagi korban. Atasan Rud berpikir itu mungkin saja mayat terakhir.

Lihat selengkapnya