Lima tahun silam, jalan utama menuju Bogor.
Sebuah bus jurusan Jawa Barat yang ditumpangi Puspita tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Seseorang keluar, membawa barang bawaannya berupa ransel besar juga sebuah koper tanpa roda. Puspita tidak begitu memperhatikan, tapi saat laki-laki itu melewatinya, terlihat jambang lebat di balik topi.
Hari itu tanggal 17 agustus, penumpang begitu padat dan beberapa orang mengalah untuk berdiri. Ketidaknyaman semakin terasa saat bus harus menurunkan penumpang di pinggir jalan. Laki-laki itu terkesan mengulur waktu, memancing gusar dari mulut sebagian orang.
“Ini bukan, Bang?” tanya kernet bus membuka bagasi dengan raut wajah kebingungan. Ia sudah memeriksa beberapa tas, tapi tidak menemukan barang yang dimaksud.
“Bukan.”
“Waduh, terus gimana? Busnya sudah lama berhenti,” keluh si kernet memberi isyarat pada sopir agar menunggu lima menit lagi.
Puspita ikut mengintip, memperhatikan keributan kecil yang ditimbulkan si laki-laki asing. Ia ada jadwal bedah buku di pelosok desa Suka Bumi. Di sana, angkutan umum hanya beroperasi tiga jam sekali. Terlambat setengah jam saja, acara bisa berantakan.
“Bang, kasih nomermu saja. Nanti kalau ada, bisa dikirim lewat paket,” teriak Puspita membuka jendela di sebelahnya. Usul itu langsung diiyakan oleh beberapa orang.
Bukannya menanggapi, laki-laki itu hanya diam kemudian berbalik pergi. Barang bawaannya sudah cukup banyak, apa dia cuma membual tentang tasnya? Batin Puspita menatap seorang gadis yang tiba-tiba muncul dari balik pepohonan pinggir jalan. Awalnya ia pikir gadis itu menyambut si lelaki, tapi ternyata tidak. Mereka berjalan berjauhan, lebih tepatnya si gadis terlihat seperti dibuntuti.
Puspita merasa aneh, tapi berakhir abai. Ia tidak punya waktu untuk mengurusi firasat tidak penting. Apalagi bus itu sudah melaju lagi. Bayangan si lelaki dengan koper besarnya lenyap, bersama sejuknya angin persawahan.
Itu adalah ingatan terakhir Puspita. Setengah jam berselang, tanpa diduga oleh siapapun, sebuah ledakan terdengar dari dalam bagasi. Semua orang panik karena bus mendadak oleng ke kiri. Sopir tidak punya pilihan selain menginjak pedal rem kuat-kuat. Sayangnya, jalan itu sedang menanjak. Saat asap mulai keluar, badan bus akhirnya keluar jalur, menabrak pohon mahoni. Sedang di depannya, sejumlah pengendara motor beda arah saling menghindari. Beberapa selamat, tiga motor jatuh ke atas aspal.
Kejadian naas itu berlangsung sebentar, tapi pertolongan lama datang. Dari puluhan orang sekarat,Puspita termasuk beruntung karena sempat melompat keluar. Jendela di sampingnya pecah dan serpihannya banyak menancap di siku juga punggung. Teriakan, tangisan juga rintihan sakit terdengar di mana-mana. Para pengendara juga warga sekitar seketika berkerumun. Mengambil foto juga video durasi pendek. Hanya satu dua orang yang berinisiatif memanggil ambulans juga membantu korban terjebak dalam bus.