"Waalaikumsalam. Pa-k A-yes!"
"Iya. Maaf mengganggu. Boleh saya masuk?" tanyaku ragu karena melihat rautnya yang seketika berubah tak ceria.
"Ma-ri Pak. Silakan masuk!" Tatapannya seakan tak ingin melihat keberadaanku di sini.
Entah mengapa dia sangat tak ramah saat melihatku. Bukankah aku suami sahabatnya. Dulu, ia sangat ramah dengan kedatangan kami. Namun, prasangka buruk itu mulai kutepis, tak ingin berprasangka buruk dulu pada orang sebelum mendapatkan informasi yang cukup.
"Maaf, bila kedatangan bapak ke sini untuk menanyakan perihal Almarhumah istri anda, saya tak bisa menjelaskan."
"Iya, maksud tujuanku ke mari memang untuk itu."
Aku sedikit terkejut mendengar ucapannya. Bagaimana mungkin dia tahu kedatanganku ke sini menanyakan perihal istriku. Atau jangan-jangan dia memang tahu sesuatu yang terjadi dengan istriku.
"Sebenarnya, aku ...." Aku juga bingung mau ngomong apa kalau sudah diberi peringatan dengan ucapan tadi. "Maaf, Mba. Saya hanya ingin tahu tentang masalah Istriku dulu. Takada yang bisa membantuku, menjelaskan apa masalahnya. Apakah dia punya seorang musuh atau banyak yang memusuhinya, aku tak tahu. Hanya anda yang bisa membantuku menjelaskan semuanya. Jadi aku mohon bantuannya, jika berkenan untuk menjelaskan padaku."
"Maaf, Pak. Bapak datang pada orang yang salah. Saya tidak banyak tahu tentang Jannah. Tak ada yang bisa saya bantu untuk bapak. Saya mohon maaf," ucapnya kemudian pergi meninggalkanku sendiri di ruang tamu ini.
"Tapi, Mba mungkin bisa membantu saya memberikan sedikit petunjuk," ucapku mengiba dan berharap ia paham maksud kedatanganku.
Sementara berjalan, ia pun berbalik dan berkata, "Aku cukup prihatin dengan berita kematian istri bapak. Apalagi isu yang berembus sangat kencang dan membuat bapak sangat tersudutkan."