Maybe, Probably

Pia Devina
Chapter #18

Bab 17 - Dansa Terakhir

29 Maret.

Hal yang melintas di kepalaku, saat kemarin James mengatakan bahwa hari ini kami semua──personil yang bekerja di bagian kithchen di La Angelique──akan mengadakan gathering dengan melakukan Spido Harbour Tour, adalah bahwa aku akan menghabiskan waktu dengan duduk diam dalam bosan di salah satu sisi dek kapal selama tujuh puluh menit perjalanan berlangsung.

Saat semua orang sibuk dengan berjalan-jalan di kapal Abel Tasman untuk menyusuri sungai Nieuwe Maas, aku lebih memilih untuk sibuk dengan diriku sendiri──dengan isi kepalaku sendiri.

Kapal yang aku tumpangi bersama teman-teman kerjaku di La Angelique berangkat jam sepuluh pagi──tiga puluh menit yang lalu──dari center Erasmus Bridge. Angin musim semi yang berhembus, tetap saja diwarnai dengan cuaca yang agak mendung.

Dermaga, kapal bongkar muat, tepi kota dengan berbagai bentuk bangunannya──sepuluh menit yang kuhabiskan untuk memandangi apa yang kulihat──berusaha unuk mengganti isi kepalaku dengan panorama yang menjamuku. Tapi… tetap saja, benakku penuh dengan hal lainnya. Hal yang telah memadati semua ruang yang ada di kepalaku selama ini.

“Aku pikir, spot di tempat ini lebih menarik dibandingkan sudut-sudut lain di kapal ini.”

Aku memutar kepala dengan cepat dan terhenyak kaget saat mendapati seorang lelaki berkaos hitam dengan celana jeans pudarnya tengah berdiri tiga meter di depan mataku. Lelaki itu menyimpan kedua tangannya di saku celana jeans-nya──hal yang sering kali dia lakukan.

“Kamu... ngapain di sini?” aku bangkit dari kursi tempatku duduk. Kami kini berdiri berhadapan.

Sejujurnya, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana kepadanya saat ini. Setelah aku tahu... kalau dia adalah kakak tiriku.

“Aku nyari kamu. Alasan yang sederhana,” jawabnya sambil mengulas sebuah senyum di pipinya. Senyum yang sudah cukup lama tidak aku temukan di antara hari-hariku. Namun, aku tahu. Senyum itu tidak akan pernah bermakna sama lagi.

Dia lalu berjalan mendekatiku. Rambutnya yang agak gondrong tertiup angin yang berhembus cukup kencang. Lalu, sebuah tawa kecil tiba-tiba saja muncul di wajahnya.

Lihat selengkapnya