MAYDARA

Rudie Chakil
Chapter #9

Ilmu Yang Tak Terlihat

“Duljana kemarin sakit, Mas. Demam. Semalam sampai ngigo, teriak-teriak gitu,” ibu masih curhat pada Mas Ade. Rautnya menatap seakan penuh harap.

“Semalam kamu mimpi apaan, Dul?” Sambungnya lagi, sembari menengok padaku.

“Duljana mengalami kejadian aneh, Bu” ujarku.

“Apa jangan-jangan ada hubungannya sama cerita kamu tempo hari itu, Dul?” nada cepat dan resah bicara ibu. Aku hanya terdiam, sebab sedikit membenarkan perkataannya.

“Coba cerita aja sama Mas Ade,” kepala ibu menggeleng satu kali ke arah orang yang dituju.

“Kejadian apa, Dul?” sambar Mas Ade.

“Hmmm, beberapa hari ini, Duljana mengalami kejadian aneh, Mas. Awalnya sih diajak teman, mau ngobatin orang kesurupan. Tapi yang kesurupan itu gak bisa disembuhin,” ujarku.

“Yang menyembuhkan siapa?” pria berwajah oval itu bertanya.

“Gurunya teman saya, Mas.”

“Ohh ... terus?”

“Setan yang merasuki tubuh anak yang kesurupan itu, manggil-manggil saya. Saya dipanggil dengan nama Arya.” Seketika itu juga perasaan aneh menjalar di kepalaku, diiringi rasa merinding di tengkuk leher.

“Besoknya saya langsung sakit, Mas. Waktu sakit itu saya ngeliat ada asap-asap berwarna kuning. Di sini, di luar, yah di mana-mana ada asap.” Ibu menatap cemas, karena memang aku belum sempat bercerita apa-apa pada beliau.

“Malam harinya Duljana mimpi buruk, Mas. Melihat perang besar. Tapi bukan manusia yang berperang. Entah makhluk apa itu? Duljana bangun tengah malam, terus didatangi sama kakek-kakek berwajah seram. Tapi kayaknya dia enggak ada niat jahat. Kakek-kakek itu justru malah tersenyum.” Aku behenti sejenak. Wajah Mas Ade dan ibu tampak serius mendengar.

“Pas besoknya, kemarin malam, Duljana didatangi sama kakek-kakek itu lagi. Waktu Ibu dipanggil sama tante Laila itu lho,” aku pun menengok pada ibu, mengingatkannya. Beliau mengangguk.

“Duljana langsung ke kamar, terus tidur. Eh, kena arep-arep, Mas. Setengah sadar setengah mimpi melihat badan ini lagi tidur. Aneh sekali, Mas,” sambungku.

“Hmmm,” Mas Ade mengangguk-angguk.

“Setiap manusia itu sebenarnya pelaku spiritual, Dul. Kamu orangnya suka membatin, yah?” tajam matanya, menilik dalam pada mataku. Aku bergeming beberapa saat.

“Maksud saya gini, Dul. Setiap manusia itu punya dua sisi, kan? Sisi lahir dan sisi batin. Nah, tanpa kamu sadari, sisi batin kamu terus bergerak mencari Tuhan. Makanya saya bilang, kamu orangnya suka membatin. Jadi, apa pun yang kamu rasa, yang kamu lakukan, atau apa saja yang terjadi sama kamu, kamu pasti langsung mengarahkan pikiran kamu kepada Tuhan. Gitu nggak?” tanyanya di akhir kalimat.

“Iya Mas,” jawabku, Yaa Allah, tepat sekali apa yang dia bilang. Suara batinku melanjutkan.

Lihat selengkapnya