MAYDARA

Rudie Chakil
Chapter #13

Tiada Yang Menduga

Pukul 09.00 pagi hari, aku sudah sampai di rumah Keysia. Semalam, Ibu Rika menghubungiku dan menanyakan kembali, apakah aku sudah bersedia menerima tawaran bekerja di rumahnya. Ketika kujawab ‘iya’, beliau langsung memintaku untuk datang.

Ibu Rika memperkenalkanku pada Pak Amin, selaku supir keluarga. Kemudian ada Mbak Tri yang juga membantu segala keperluan keluarga. Sepertinya Mbak Tri ini yang paling banyak membantu, dari mulai memasak, mencuci, menyapu, mengepel, sampai bersih-bersih rumah. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan, sebagai asisten rumah tangga, Mbak Tri bekerja sendirian di rumah sebesar ini.

Seusai perkenalan dan berbincang-bincang sebentar, Ibu Rika memintaku untuk membersihkan kolam renang.

Siang hari menjelang sore, saat sedang mengisi kolam renang yang keseluruhan dindingnya telah kusikat, aku berjongkok di pinggir kolam renang. Sayup-sayup terdengar suara perbicangan yang semakin jelas. Aku pun menengok, ternyata Keysia dan Ibu Rika sedang berjalan ke arah tempat duduk di sisi kolam renang. Keysia masih mengenakan seragam sekolah, membawa dua gelas berisi sirup oranye.

Perasaan aneh yang bercampur bangga tiba-tiba hadir, mendesir dalam rongga dada tatkala melihat Keysia begitu akrab dengan ibunya. Namun, tetap saja aku masih takut. Yah, sugestiku masih saja teringat akan dua kali pertemuan dengannya. Terbayang saat gadis itu sedang tidak sadarkan diri.

Keysia meletakkan gelas ke atas meja bundar berwarna putih dengan tangkai meja berwarna ungu muda, seraya menengok dan memperhatikanku.

“Mah, itu siapa?” ia bertanya pada ibunya yang berdiri bersebelahan. Mereka belum sempat duduk.

Aku segera melangkah mendekat, berdiri di depan mereka.

“Ini Duljana. Mulai hari ini, dia akan bekerja di sini,” ujar Ibu Rika.

“Ohh,” Keysia semakin memperhatikanku.

Tiba-tiba gadis bermata agak sipit itu menyentil-nyentil jakunku dengan jari telunjuknya. Benar saja kata Frida, jika sifat Keysia lebih anak-anak daripada apa yang terlihat.

“Keysia, apaan sih kamu?” tampik Ibu Rika dengan tangannya.

“Hehehe.” Ia tersenyum pada ibunya, lalu mengulurkan tangan padaku. Sama persis seperti anak kecil ketika minta berkenalan dengan seseorang. Aku pun segera menjabat tangannya.

“Keysia,” ucapnya, kalem.

“Iya ... saya, Duljana,” balasku agak kikuk. Meski bertingkah seperti anak kecil, tapi aku kagum. Apa yang ia lakukan ini jarang terjadi pada anak-anak orang kaya macam dia.

Keysia sungguh aneh.

Gadis itu lalu duduk di kursi putih.

Ibu Rika juga duduk di kursi cokelat. Kursi yang dahulu pernah diduduki oleh Keysia saat pertama kali aku melihatnya. Aku segera berbalik badan menuju kolam renang.

“Heh, Duljana, kamu orang Betawi, yah?” ujar Keysia, sebelum aku melangkah.

“Hah, iya,” jawabku.

“Kamu tahu dari mana, Duljana orang Betawi?” sambar Ibu Rika.

“Mamah ... dari namanya juga ketahuan,” jawabnya, lalu kembali menengok padaku. “Sini duduk. Tuh, bangku.” Ia menunjukkan dengan anggukan kepala. Aku pun segera mengambil, lalu duduk di depan mereka.

Lihat selengkapnya