MAYDARA

Rudie Chakil
Chapter #17

Foto Di Dalam Kamar

“Dul ... Duljana.”

Aku mendengar sayup-sayup suara ibu. Volumenya kian lama terdengar makin jelas, mengawali kelopak mataku yang terbuka di Minggu pagi. Suaranya agak cempreng dan sumbang. Namun demikian, suara itulah suara paling tulus yang pernah terdengar di telingaku.

Dahulu saat aku berseragam putih merah, aku pernah bertanya kepadanya, “Bagaimana menjawab soal ini?” Beliau tidak bisa menjawab karena tak mengerti.

Saat aku berseragam putih biru, aku bertanya lagi kepadanya, “Bagaimana menjawab soal ini?” Beliau juga tidak bisa menjawab karena tidak mengerti.

Pun ketika aku berseragam putih abu-abu, aku kembali bertanya, “Bagaimana menjawab soal ini?” Lagi-lagi beliau tidak bisa menjawab karena memang tidak mengerti.

Beliau memang tidak pintar. Beliau tidak memahami tentang pelajaran di bangku sekolah.

Tetapi ...

Urusan keikhlasan dan ketulusan, tidak ada satu pun makhluk di dunia ini yang bisa menandinginya. Begitulah sosok seorang ibu di mataku.

“Iya, Bu, Duljana udah bangun.”

Aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 07.40, lalu beranjak membuka gorden. Setelah itu duduk santai di kasur, mengamati sinar matahari bersinar cerah yang masuk dari sela-sela jendela kamar.

“Hari Minggu gini kamu kerja apa enggak, Dul?” ibu berdiri di pintu kamar yang terbuka.

“Kerja apaan, Bu?” aku balik bertanya.

Aduh, iya, aku hampir tidak ingat jika aku sudah bekerja di rumah Ibu Rika.

“Lah, kamu jangan gitu, Dul. Biar gimana juga, kamu kan dibayar,” seru ibuku. “Nanti sebelum berangkat, kamu makan dulu yaa. Ibu mau ke pasar.”

“Iya, iya.” Aku menggeliat ringan, kemudian mengambil handphone di rak kayu, di bawah televisi empat belas inci. Yah, mungkin aku adalah orang yang ke-seratus juta, di mana perangkat seluler-lah benda yang paling dicari, saat seseorang baru bangun tidur.

“Kami tidak sedang di rumah. Kalau kamu mau datang, ada Tri di rumah.”

Sebuah SMS dikirimkan oleh Ibu Rika, satu jam yang lalu. Aku langsung membalas pesan tersebut. “Iya, Bu. Saya akan datang.”

Saat hendak masuk kamar mandi, dering panggilan masuk berbunyi. Ibu Rika meminta agar aku datang guna menemani Mbak Tri yang sendirian di rumah. Aku pun mengiyakan.

Kehidupan memang seperti ini. Di sana, satu keluarga mempunyai tiga unit sepeda motor yang jarang, atau malah tidak pernah digunakan sama sekali. Sementara di sini, aku amat membutuhkan, dan memakainya seperti barang milikku sendiri.

Kapan yaa, aku bisa punya motor sendiri?

Aku mengkhayal di tengah perjalanan yang memakan waktu kurang lebih setengah jam. Sangat beruntung bilamana seseorang mempunyai orang tua yang kaya-raya, seperti Keysia, atau Mbak Aida. Segala sesuatu yang diinginkan hanya tinggal meminta. Hal tersebut adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi pada diriku.

Ah, tapi, tidak ... semua belum tentu sesuai.

Lebih baik menjadi diriku sendiri —yang mempunyai orang tua sebaik ibu. Meskipun kami hidup sederhana, namun kehidupan kami begitu tentram dan damai.

Oh ya, bagaimana dengan Mas Ade?

Aku pernah mendengar cerita dari ibu, jika sedari kecil Mas Ade adalah seorang anak yatim piatu. Berarti keadaan dia dahulu jauh lebih sulit, setelah kemudian dia menjadi orang yang berhasil. Kok bisa yaa?

Kata ibu, Mas Ade adalah seorang pengusaha. Tapi usaha apa yang dia jalani, sampai bisa mempunyai mobil Mitsubishi Pajero dalam usia semuda itu?

Oke, suatu saat nanti, aku pasti akan bertanya, bagaimana dia bisa menjadi seperti itu?

Semangatku menggebu-gebu, memelintir gas motor matic di jalan yang agak sepi.

Putaran roda motor berhenti tepat di depan gerbang rumah Keysia. Aku melihat ke halaman rumah dari celah pintu gerbang, sepertinya gagang pintu memang sengaja tidak dikunci. Mungkin Ibu Rika sudah berpesan pada Mbak Tri supaya tidak menguncinya.

Beberapa hari kemarin, selama aku di sini, pintu gerbang depan selalu terkunci meski Ibu Rika sedang berada di dalam rumah. Semua penghuni rumah telah memiliki kunci duplikat, hanya aku saja yang belum punya.

Mbak Tri adalah seorang perempuan yang sangat rajin. Dia sudah mulai bekerja sedari pagi hari, walau tanpa keberadaan sang tuan rumah. Menyapu, mengepel, memasak, dan melakukan apa saja seperti biasa. Wanita berbadan agak kurus itu tidak sedikit pun berleha-leha ketika Ibu Rika sedang tidak ada.

Lihat selengkapnya