Mobil David terus melaju diantara pepohonan yang seakan berlarian di samping kanan dan kiri mobil. Deru mobil pick upnya memecah kesunyian malam. Tidak ada cahaya di jalanan itu. Hanya sorot dari mobil Davidlah satu-satunya sumber cahaya.
Mayka yang duduk di samping kemudi mobil, terus memandang sinis David. David yang menyadari itu sesekali melemparkan pandangan kepadanya seolah bertanya ada apa
‘’Bagaimana bisa kamu sesantai ini? Apakah hatimu terbuat dari es?’’ tanya Mayka.
David tahu apa maksud pertanyaan Mayka. Pasti ini tentang kejadian di cafe tadi. Tentang Calista yang menyatakan perasaanya dan langsung pergi meninggalkannya.
‘’Aku sudah melakukan yang terbaik menurutku?’’ ucap David santai
‘’Terbaik?Maksudmu membiarkan seorang wanita kedinginan sementara kamu dengan santainya memakai jaket yang hangat?’’
‘’Bukan salahku jika dia tidak memakai jaket dan justru memakai pakaian yang tipis di udara sedingin ini?’’ ucap David membela diri.
Dari sudut pandang David, memang yang dikatakannya tidaklah salah. Dan Mayka tahu itu. Hanya saja entah kenapa sebagai wanita Mayka tidak bisa menerimanya.
‘’Dia hanya ingin terlihat cantik di depanmu? Kamu seharusnya menyadari itu?’’ucap Mayka dengan sedikit membentak.
‘’Aku tahu itu. Tapi untuk apa? Aku tidak pernah mempermasalahkan penampilan seseorang?’’
Mayka bingung harus dengan cara apa lagi ia menyadarkan laki-laki bodoh yang ada di sampingnya. Tidak kah David menyadari kebodohannya karena menyia-nyiakan seorang wanita cantik dan baik hati.
‘’Setidaknya kamu bisa menjawab pernyataanya bukan’’.
‘’Aku memang sengaja tidak menjawabnya. Karena jika aku nanti menjawabnya maka hanya akan membuat pertemanan kami menjadi canggung. Aku yakin cepat atau lambat ia akan melupakannya.‘’
‘’David, kamu tidak bisa terus berpura-pura tidak terjadi sesuatu. Itu sama saja kamu sedang melarikan diri.’’
David tahu apa yang dikatakan oleh Mayka itu benar. Saat ini, ia memang sedang melarikan diri. Tidak, bahkan sejak dulu ia sudah melarikan diri. Berpura-pura tidak menyadari perasaan Calista.
Sesampainya di rumah, Mayka yang kesal langsung pergi ke kamar dan menempati tempat tidur David. Sebenarnya tidak masalah untuknya berbagi tempat tidur dengan Mayka. Ia bukanlah manusia. Bahkan bisa jadi Mayka hanyalah halusinasinya saja. Namun David enggan melakukan itu dan lebih memilih tidur di luar.
David pun pergi ke ruang tamu dan tidur di sebuah sofa tanpa penghangat seperti selimut. Kakinya yang jenjang membuatnya harus meringkuk sehingga seluruh tubuhnya bisa cukup untuk sebuah sofa dengan panjang satu setengah meter.
Baru sebentar David merebahkan badannya, di luar suara petir bergemuruh memekakkan telinga. Rintik hujan mulai terdengar sedikit demi sedikit kemudian berubah menjadi lebat. David yang kedinginan hanya bisa meringkuk pasrah di sofa.
Pagi harinya, Mayka mendapati David meringkuk di sofa dengan muka terlihat pucat dan badan yang panas. Mayka yang panik segera membangunkan David dan menuntunya untuk tidur di kasur.
David jatuh sakit. Mayka pun merasa bersalah, karena ia adalah penyebab David menjadi sakit seperti sekarang ini. Sebenarnya ia tidak bermaksud untuk membuat David sampai sakit. Ia hanya ingin David merasakan sedikit rasa dingin sama dengan yang dirasakan oleh Calista.
‘’Aku tidak apa-apa, kamu tidak perlu cemas seperti itu’’
David tahu Mayka saat ini sedang panik
‘’Bagaimana mungkin aku tidak cemas?’’
Mayka terus berjalan mondar-mandir di samping ranjang. Ia mengerutkan dahinya ,berpikir keras apa yang harus dilakukan. Ia benar-benar tidak memiliki pengalaman dalam merawat orang sakit.
‘’Aku sungguh tidak apa-apa, aku bahkan pernah sakit jauh lebih parah darah ini. Sekarang yang aku butuhkan hanyalah istirahat.’’
Mayka sama sekali tidak mendengarkan David. Ia berjalan ke dapur dan mencari air hangat. Kemudian ia kembali ke kamar dengan sebuah mangkuk besar berisikan air hangat.